Senin, 28 Desember 2009

PEMEROLEHAN BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan proses mempengaruhi orang lain disiplin-disiplin yang lain, menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi dan komunikasi. Erat sekali kaitannya antara komunikasi dengan Bahasa karena Bahasa juga merupakan alat komunikasi.
Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar Bahasa (Macmara dalam study dan Fasold, 1973:36).
Dan dalam penulisan makalah mandiri ini kan menjelaskan tentang pemerolehan bahasa dan semoga makalah mandiri ini bermanfaat untuk semua khususnya bagi mahasiswa atau mahasiswi yang ingin memperdalam tentang makalah mandiri ini.


BAB II
PEMEROLEHAN BAHASA

Pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajra dikelas dan diajar oelh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah pembelajaran.
Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada, raja Mesir pada abad ke 7 sebelum Masehi Psammetichus I menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua dari anaknya untuk mengetahui bahasa apa yang akan dikuasai anak-anak itu. Sebagai raja Mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-naka itu adalah bahasa Arab, meskipun akhirnya dia kecewa.
Charles Darwin pada 1877 juga mencatat perkembangan bahasa anak lelakinya (Gleason dan Ratner 1998 : 349). Catatan harian yang pada jaman modern berkembang menjadi data-data elektronik sesuai dengan perkembangan jaman mendorong lebih kuat kajian mengenai bagaimana anak memperoleh bahasa. Ingram (1989) membagi perkembangan bahsa menjadi 3 tahap : periode buku harian, periode sampel besar, dan periode kajian longitudinal.
Periode harian adalah dari tahun 1876 sampai tahun 1926 pada masa ini kajian pemerolehan bahasa anak dilakukan dengan peneliti mencatta apa pun yang diujarkan oleh anak dalam suatu buku harian. Data dalam buku harian ini kemudian dianalisis utuk disimpulkan hasil-hasilnya
Peidoe sampel besar adalah dari tahun 1926 sampai tahun 1957. periode ini berkaitan dengan munculnya aliran baru dalam ilmu jiwa bernama behaviorisme yang menekankan peran lingkungan dalam pemerolehan pengetahuan, tremasuk pengetahuan bahsa. Dengan pandangan yang behavioristik ini maka metode kunatitatif dianggap sebagai metode yang benar.
Petiode kajian longitudinal, menurut Ingram dimulai dengan buku Chomsky syntactic structures (1957) yang merupakan titik awal dari tumbuhnya aliran mentalisme atau nativisme pada ilmyu linguistik. Aliran yang berlawanan dengan behaviorisme ini mendasarkan adanya bekal kodrati inilah yang membuat anka dimana pun juga memakai strategi yang sama dalam memperoleh bahasanya.
Ciri utama periode ini adalah bahwa studi longitudinal memerlukan jangka waktu yang panjang karena yang diteliti adalah perkembangan sesuatu yang sedang dkaji dari satu waktu sampai ke waktu lain. Waktu yang hanya satu-empat bulan biasanya belum akan dapat memberikan gambaran bagaimana sesuatu itu berkembang dalam bahasa. Jumlah subjek biasanya juga lebih sedikit dan bahkan satu orang pun seperti yang dilakukan oleh Weir (1962), Dromi (1987), Tomasello (1992), dan Dardjowwidjojo (2000).
Dari segi litertur yang ada, pembagian menjadi tiga tahap oleh Ingram ini rasanya tidka terlalu pas karena banyak kajian yang tidak cocok dengan ciri periode-periode diatas. Karya Leopold yang monumental ditulis 1989 padahal datanya adalah dari buku harian yang menurut Ingram berakhir pada tahun 1926. Dalam kenyataannya banyak penelitian longitudinal yang subjeknya adalah keluarga si peneliti yang menurut Ingram harusnya bukan sanak-kandung. Penelitian oleh Weir, Dromi, dan Tomasello diatas adalah penelitian tentang anak mereka masing-masing.
Di samping itu buku catatan harian, metode penelitian yang dipakai dapat berupa observasi, dengan kemajuan teknologi data yang diperoleh dengan merekam ujaran maupun tingkah laku akan saat berujar, baik secara visual maupun auditori. Data rekaman untuk berbagai bahasa di dunia telah dikumpulkan pada tahun 1985 dalam kolekasi yang dikenal dengan nama CHILDES – Chil Language Exchange Data System. Metode eksperimen dipakai peneliti ingin jawaban suatu masalah, dalam hal ini peneliti memiliki topik yang akan diteliti (misalnya apakah ujaran ibu pada anak berbeda dengan ujaran ayah pada anak), lalu dibuatnya eksperimen untuk mendapatkan jawabannya. Anak dapat memperoleh bahasa apa pun yang disajikan kepadanya, pastilah ada sesuatu yang sifatnya universal pada bahasa. Banyak bahasa dan dari nahasa-bahasa itu dia sarikan fitur-fitur mana yang terdapat pada semua bahasa, dan mana yang hanya pada beberapa bahasa. Dengan demikian konsep universal bahasa bukanlah sesuatu yang mutlak tetapi relatif.
Pada kelompok universal tendensius non-implikasional terdapat kecenderungan besar untuk bahasa memiliki sesuatu tertentu. Misalnya hampir semua bahasa memiliki konsonan nasal. Pada kelompok unversal tendensius implikasional dikatakan bahwa bila suatu bahasa memiliki X maka kemungkinan besar adalah bahwa bahasa itu juga memiliki Y. misalnya bahasa yang memiliki urutan SOV (subjek-objek-verba).
Dari berbagai macam universal serta proses pemerolehan bahasa tampak bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan konsep universal. Sejauh mana konsep universal itu mempengaruhi pemerolehan keliahatannya tergantung pada sifat kodrati komponen bahasa. Komponen fonologi yang lebih banyak terkait dengan neurobiologi manusia, tampaknya yang paling utama universal. Sementara itu komponen sintaksis dan semantik memiliki kadar universal yang lebih rendah.
Dalam masalah kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan fonologi, ahli yang pandangannya sampai kini belum disanggah orang adalah Roman Jakobson. Dialah yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahsa manusia dan urutan pemerolehan bunyi-bunyi tersebut. menurut dia pemerolehan bunyi sejalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunui pertama yang keluar waktu anak mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal voal hanya bunyi /a/, /i/, dan /u/ yang akan keluar duluan. Dari tiga bunyi ini, /a/ akan lebih keluar lebih dahulu daripada /i/ atau /u/, mengapa demikian ? sebabnya adalah bahwa ketiga bunyi ini membentuk apa yang dia namakan sistem vokal minimal (minimal vocalic system) : bahasa mana pun di dunia pasti memiliki minimal tiga vokal itu.
Mengenai konsonan Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral dengan bunyi nasal (/p-b/ dan /m-n/) dan kemudian disusul oelh kontras antara bilabial dengan dental (/p/-/t/). Sistem kontars ini dinamkan sistem konsonantal minal (minimal consonantal system).
Macam dan jumlah bunyi pada bahasa bisa saja berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa lain. Akan tetapi hubungan antara satu bunyi dengan bunyi yang lain bersifat universal. Urutan bunyi bersifat genetik dan karena perkembangan boiologimanusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender. Tidak ada anak Indonesia yang sudah dapat mengucapkan /r/ tetapi belum dapat mengucapkan /p/, /g/, dan /j/. kapan bunyi itu anak muncul berbeda dari satu anka ke anak yang lain.

BAB III
KESIMPULAN

Charles Darwin pada 1877 juga mencatat perkembangan bahasa anak lelakinya (Gleason dan Ratner 1998 : 349). Catatan harian yang pada jaman modern berkembang menjadi data-data elektronik sesuai dengan perkembangan jaman mendorong lebih kuat kajian mengenai bagaimana anak memperoleh bahasa. Ingram (1989) membagi perkembangan bahsa menjadi 3 tahap : periode buku harian, periode sampel besar, dan periode kajian longitudinal.
Ciri utama periode ini adalah bahwa studi longitudinal memerlukan jangka waktu yang panjang karena yang diteliti adalah perkembangan sesuatu yang sedang dkaji dari satu waktu sampai ke waktu lain. Waktu yang hanya satu-empat bulan biasanya belum akan dapat memberikan gambaran bagaimana sesuatu itu berkembang dalam bahasa. Jumlah subjek biasanya juga lebih sedikit dan bahkan satu orang pun seperti yang dilakukan oleh Weir (1962), Dromi (1987), Tomasello (1992), dan Dardjowwidjojo (2000).

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belakajr. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan disekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahamna yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamamalik : 1994:6) :
a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
c. Seluk beluk proses belajar.
d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan.
e. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran.
f. Pemilihan dan penggunaan media pendidikan.
g. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan.
h. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran.
i. Usaha inovasi dalam media pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari prose belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dari tujuan pembelajarn disekolah pada khususnya.

BAB II
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

A. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara ( ) atau pengantar pesan. Berlach dan Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photo grafis atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Association for Education and Comunication Technology (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan Education Association (NEA) mendefinisikan sebagai benda yang dapat manipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Media pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat diguankan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran merangsang pikiran ,perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar. Pada tahun 50-an, media disebut sebagai alat bantu audio-visual (audio visual aids) karena pada masa itu peranan media memang semata-mata untuk membantu guru dalam mengajar. Tetapi kemudian namanya lebih populer sebagai media pengajaran atau media belajar.
Jika media selalu mengandung pesan atau isi pelajaran didalamnya, tidaklah demikian halnya dengan alat pengajaran. Di dalam alat pengajaran tidak terkandung pesan/isi/bahan pelajaran, tapi peranannya penting sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar. Dalam pelajaran tentang kuman misalnya, bantuan mikroskop sebagai alat pengajaran sangat penting. Demikian pula dalam pelajaran menggambar, penggaris atau kuas berfungsi sebagai alat pengajaran yang sering diperlukan.

B. Jenis Media Pengajaran
Seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa media pengajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralaan. Dalam perkembangannya media pengajaran mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atau dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audi-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pengajaran. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikro-prosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif (Seels dan Richey, 1994). Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pengajaran dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok, yaitu (1) media hasil teknologi cetak (2) media hasil audio-visual (3) media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, dan (4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafis, foto atau representasi fotografis dan reproduksi. Materi cetak dan visual merupakan dasar pengembangan dan penggunaan kebanyakan materi pengajaran lainnya. Teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak. Dua komponen pokok teknologi ini adalah materi teks verbal dan materi visual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, memproses informasi, dan teori belajar. Teknologi cetak memiliki ciri-ciri berkut :
a. Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdaasarkan ruang.
b. Baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah dan reseptif.
c. Teks dan visual ditampilkan statis (diam).
d. Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan persepsi visual.
e. Baik teks maupun visual berorientasi (berpusat) pada siswa.
f. Informasi dapat diatur kembali atau ditata ulang oleh pemakai.
Teknologi audio-visual cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audia dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor vsual yang lebar. Jadi, pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalu pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut :
a. Mereka biasanya bersifat linear.
b. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis.
c. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya.
d. Mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstak.
e. Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.
f. Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah.
Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau meyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor. Perbedaan anatra media yang dihasilkan oleh teknologi berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya adalah karena informasi/materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Pada dasarnya teknologi berbasis komputer dalam pengajaran umumnya dikenal sebagai computer-assisted instruction (pengajaran dengan bantuan komputer). Aplikasi tersebut apabila dilihat dari cara penyajian dan tujuan yang ingin dicapai meliputi tutorial (penyajian materi pelajaran secara bertahap), drills and practice (latihan untuk membantu siswa menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya), permainan dan simulasi (latihan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari), dan basis data (sumebr yang dapat membantu siswa menambah informasi dan pengetahuan sesuai dengan keinginan masing-masing). Beberapa ciri media yang dihasilkan teknologi berbasis komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) adalah sebagai berikut :
a. Meraka dapat digunakan secara acak, non-sekuensial atau secara linear.
b. Mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/pengembang sebagaimana direncanakannya.
c. Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstak dengan kata, simbol dan grafik.
d. Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini.
e. Pembelajaran dapat berorientasi siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi.
Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang dikendalikan oleh komputer. Perpaduan beberapa jenis teknologi ini dianggap teknik yang paling canggih apabila dikendalikan oleh komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random access memory yang besar, hard disk yang besar, dan onitor yang berresolusi tinggi ditambah dengan periperal (alat-alat tambaan seperti videodisc player, perangkat keras untuk bergabung dalam satu jaringan, dan sistem audio). Beberapa ciri utama teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut :
a. Ia dapat digunakan secara acak, sekunsial, secara linear.
b. Ia dapat digunakan sesuai dengan keinginan siswa, bukan saja dengan cara yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya.
c. Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman siswa, menurut apa yang relevan dengan siswa, dan dibawah pengendalian siswa.
d. Prisip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan penggunaan pelajaran.
e. Pemebelajaran didata dan terpusat pada lingkup kognitif sehingga penegtahuan dikuasai jika pelajaran itu digunakan.
f. Bahna-bahan pelajaran melibatkan banyak interaktivitas siswa.
g. Bahan-bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai sumber.
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glosgow (1990:181-183) dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.
1. Pilihan media tradisional
a. Visual diam yang diproyeksikan
- Proyaksi opaque (tak tembus pandang)
- Proyeksi overhead
- Sliders
- Filmstrips
b. Visual yang tal diproyeksikan
- Gambar, poster
- Foto
- Charts, grafik, diagram
- Pameran, papan info, papan bulu
c. Audio
- Rekaman piringan
- Pita kaset, reel, cartridge
d. Penyajian multimedia
- Slide plus suara (tape)
- Multi-image
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
- film
- televisi
- video
f. Cetak
- buku teks
- modul, teks terprogram
- workbook
- majalah ilmiah, berkala
- lembaran lepas (hand-out)
g. Permainan
- teka-teki
- simulasi
- permainan papan
h. Realia
- model
- specimen (contoh)
- manipulatif (peta, boneka)
2. Pilihan media teknologi mutakhir
a. Media berbasis telekomunikasi
- Teleconference
- Kuliah jarak jauh
b. Media berbasis mikroprosesor
- computer-ssisted instuction
- permainan komputer
- sistem tutor intelejen
- interaktif
- hypermedia
- compact (video) disc


DAFTAR PUSTAKA

- Sadiman, Arief dkk. Media Pendidikan, Jakarta; Raja Grafindo Persada. 2003.
- Arsyad, Azhar. Media Pengajaran. Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2000.
- Syaodih, Nana dan Ibrahim. R, Perencanaan Pengajaran. Jakarta, Rineaka Cipta. 1996.

CARA PANDANG IBNU KHALDUN DAN AUGUST COMTE DALAM MENGAMATI PBA

CARA PANDANG IBNU KHALDUN DAN AUGUST COMTE DALAM MENGAMATI PBA

1. Ibnu Khaldun
Sebagaimana kita ketahui bahwa Ibnu Khaldun berlandaskan pada teori “Ashabiyah” atau persahabatan. Apabila teori ini diterapkan di PBA, sangatlah efektif. Contoh : Sistem pembelajaran di ponpes salaf, para santri belajar dengan temannya atau santri senior mereka belajar, berlatih dan mengisi waktu dengan kegiatan kesenian secara continuo. Namun, ini hanyalah fakta kecil di PBA sendiri belum sepenuhnya mampu untuk menerapkannya. Adapun bukti nyata adalah dengan mengadakan kajian Bahasa Arab namun kegiatan ini kurang respon dari mahasiswa sendiri dan tidak dilaksanakan secara continuo.
2. August Comte
August Comte berlandaskan pada 4 point :
a) Terstruktur
Kaitannya dengan PBA, PBA memiliki materi metodologi dan kajian yang terstruktur. Misalnya saja, di semester II mahasiswa PBA sudah dipelajari MKDK yaitu mata kuliah Nahwu dan Sharaf. PBA juga menunjang sekali dalam mata kuliah lain khususnya kajian Islam.
b) Fungsional
PBA memiliki fungsi sebagai modal dasar untuk memahami Al-Qur’an dan kajian Islam lainnya. Namun fakta yang ada, mahasiswa belum mampu mengkaji lebih dalam bagaimana Bahasa Arab itu sendiri? Dan bagaimana kita dapat memahami Al-Qur’an serta kajian Islam lainnya, sedangkan kita sendiri belum mampu menguasai Bahasa Arab?
c) Interaktif
PBA sangatlah interaktif, salah satu contohnya adalah adanya hubungan aktif antara mahasiswa dan dosen. Misalnya diskusi Bahasa Arab, dan muhadasah atau dialog B.Arab. Sebagai bukti nyata adalah terselenggaranya kegiatan semarak PBA pada bulan Maret lalu.
d) Dinamis
Sistem pembelajaran PBA sangatlah dinamis, salah satu buktinya dari segi kurikulum, metodologi pembelajaran, fasilitas dan buku-buku B.Arab mengalami perubahan positif. Metodologi pembelajaran B.Arab berkembang, tidak statis, seiring dengan perubahan zaman begitupun fasilitas, kurikulum, dan buku-buku Bahasa Arab mengalami perubahan yang signifikan. Ini dimaksudkan demi tercapainya tujuan akhir membentuk mahasiswa tangguh, intelek dan menjadi guru Bahasa Arab yang profesional dihari nanti kelak, dan dapat berdekasi tinggi di masyarakat.

ALIRAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

A. Aliran kalam

Pada awalnya khawarij merupakan aliran atau faksi politik karena pada dasarnya kelompok itu terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat Islam. Menurut khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang Islam yang melakukan dosa besar dalam pandangan mereka berarti telah kafir, kafir setelah memeluk Islam berarti murtad, dan orang murtad (keluar Islam) halal dibunuh. Atas dasar premis-premis yang dibangunnya khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufian, Abu Musa Al-Asy’ari, Amr bin Ash, dan sahabat-sahabat lain yang menyetujui tahkim. Namun yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib, Mua’wiyah tidak berhasil mereka bunuh.
Aliran jabbariyah berpendapat sebaliknya bahwa dalam hubungannya dengan manusia, Tuhan itu Maha kuasa karena itu Tuhanlah yang menentukan perjalanan hidup dan yang mewujudkan perbuatannya, menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan (jabbar ). Oleh kaena itu aliran ini kemudian dikenal dengan nama Jabbariyah ( al-syahrastani, t.th: 85 ). Adapun ajaran Jabbariyah tampaknya diajarkan pertama oleh al-Ja’d bin Dirham, meskipun yang lebih banyak menyebarkan adalah Jahm bin Shafwan dari khurasan, selain penyebar ailran Jabbariyah ia juga dikenal sebagai pemuka Mu’jiah. Jahm bin Shafwan juga menentang kekuasaan Bani Ummayah akibatnya ia ditangkap kemudian dihukum bunuh (131 H ). (Ali Mushthafa al-Ghurabi, 1985 : 21 ).
Mu’tazilah merupakan aliran teologi yang dekat, kalau tidak dikatakan berafiliasi dengan kekuasaan Bani Abbas fase pertama karena dekatnya pada zaman pemerintahan al-Makmun (Dinasti Bani Abbas), Mu’tazilah dijadikan madzhab resmi yang dianut oleh negara. Ajarn pokok aliran mu’tazilah adalah panca-ajaran atau pancasila Mu’tazilah, lima ajaran tersebut adalah sebagai berikut.
 Keesaan Tuhan (al-tauhid )
 Keadilan Tuhan ( al-‘adl )
 Janji dan ancaman (al-wa’d wa al-waid )
 Posisi diantara dua tempat (al-manzilah bain al-manzilatain )
 Amar ma’ruf nahi munkar ( al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar )
Imam al-Asy’ari ( 260 – 324 H ), menurut Abu Bakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Mu’tazilah selama 40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari Mu’tazilah setelah itu ia mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan-gagasan Mu’tazilah, ajarannya kemudian dikenal sebagai aliran ahl al-sunnah wa al-jama’ah. (Harun nasution, 1986 : 61 ). Ajaran pokok aliran ahl al-sunnah wa al-jama’ah yang dikemukakan oleh Imam Al-Asya’ri adalah kemahakuasaan Tuhan yang keadilan-Nya telah tercakup dalam kekuasaan-Nya suatu gagasan yang mirip dengan gagasan jabbariyah.
Imam Maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirnnya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh Karena itu para ahli menjelaskan bahwa Maturidiah terbagi menjadi dua yaitu golongan Samarkand, pengikut Imam al-Maturidi dan golongan Bukhara, para pengikut Imam al-Bazdawi yang tampaknya lebih dekat kepada ajaran al-Asya’ri (Harun Nasution, 1986 : 78 ).Aliran kalam terakhir yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiah adalah aliran salafi, aliran ini tidak selamanya sejalan dengan gagasan-gagasan Imam al-Asy’ari terutama karena aliran Ahl al-sunnah wa al-jama’ah menggunakan logika ( manthiq) dalam menjelaskan teologi sedangkan aliran salafi menghendaki teologi apa adanya tanpa dimasuki oleh unsur ra’y.


B. Aliran Fiqih

Secara histories hukum Islam telah menjadi dua aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad saw, dua aliran tersebut adalah Madrasat al-Madinah dan Madrasat al-Bagdhdad atau madrasat al-hadits dan madrasat al-Ra’y. Sedangkan Ibnu al-Qayim al-Jauziyyah menyebutnya sebagai Ahl al-Zhahir dan Ahl al-Ma’na.
Aliran madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah, dan aliran Baghdad atau kufah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut. Atas jasa sahabat Nabi Muhammad Saw yang tinggal di Madinah, terbentuklah fuqaha sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat, diantara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin al-Musayyabadalah Ibnu Syihab al-Zuhri sedangkan diantara murid Ibnu Syihab al-Zuhri adalah Imam Malik pendiri aliran Maliki. Diantara ajaran Imam Malik yang paling terkenal adalah ia menjadikan ijma’ dan amal ulama madinah sebagai hujah.
Salah satu murid Imam al-Syafi’i adalah Ahmad bin Hanbal, pendiri aliran Hanabilah. Thaha Jabir Fayadl al-ulwani (1987 : 87-8 ) menjelaskan bahwa madzhab fiqih Islam yang muncul setelah sahabat dan kibar al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Tiga belas aliran itu berafiliasi dengan aliran ahl al-sunnah wa al-jama’ah akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istinbath hukum yang digunakannya, diantara pendiri aliran yang ketiga belas itu ialah :
1. Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-bashri ( wafat 110 H ).
2. Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuhti ( wafat 150 H ).
3. Al-Auza’i Abu ‘Amr ‘Abd al-rahman bin ‘Amr bin Muhammad ( wafat 157 H ).
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsauri ( wafat 160 H ).
5. Al-Laits bin Sa’d (wafat 175 H ).
6. Malik bin Anas al-Bahi (wafat 179 H )
7. Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198 H ).
8. Muhammad bin Idris al-Syafi’i (wafat 204 H ).
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (wafat 241 H ).
10. Daud bin ‘Ali al-Ashabahani al-baghdadi (wafat 270 H ).
11. Ishaq bin Rahawaih ( wafat 238 H ).
12. Abu Tsur Ibrahim bin Khalid al-kalabi (wafat 240 H ).
Aliran hukum Islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
C. Aliran Tasawuf

Pada penulis ajaran tasawuf termasuk Harun Nasution, memperkirakan adanya unsur-unsur ajaran non-Islam yang mempengaruhi ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjahui dunia dan kesenangan materi, ajaran-ajaran Hindu, ajaran Pythagoras tentang kontemplasi dan filsafat emanasi Plotinus. Terlepas dari ada-tidaknya pengaruh Kristen, Hindu, filsafat Pythagoras dan filsafat emanasi plotinus yang jelas antara ajaran tasawuf dan ajaran-ajaran tersebut terdapat kesamaan-kesamaan.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara sufi (manusia ) dengan Allah. Rabi’ah merumuskan kedekatannya dengan Tuhan dalam mahabbah, Yazid al-Bustami merumuskannya dalam al-ittihad, Al-Hallaj merumuskannya dalam hulul dan al-Ghazali merumuskannya dalam ma’rifah dengan demikian ada timbal balik antara sufi dengan Tuhan.

KONSEP DAN JENIS PENELITIAN

KONSEP DAN JENIS PENELITIAN

1. Makna Penelitian
Sebab adanya penelitian “pertama” karena pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang yang tidak diketahui, tidak dipahami, tidak jelas dan menimbulkan keraguan, dan pertanyaan bagi dirinya, ketidaktahuan, ketidak pahaman, dan ketidak jelasan, seringkali menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan rasa terancam.
Sebab “kedua” manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau curiousity, manusia selalu bertanya apa itu. Bagaimana itu disebut kedua sebab itu saling berhubungan, dorongan ingin tahu disalurkan untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman.
“Ketiga” manusia didalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan, baik didalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta lingkungan kerja.
“Keempat” manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya. Ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudhan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” serta fasilitas hidupnya.
• Pengertian Penelitian
Pengertian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan tertentu. Pengumpulan data dan analisis data menggunakan metode ilmiah, baik yang bersifat kuantitataif ataupun kualitatif eksperimental/non eksperimental, interaktif/non interaktif.
Penelitian merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan mengembangkan dan menguji teori, Mc Millan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg (1986) ada 5 langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian : 1. Mengidentifikasi masalah penelitian. 2. Melakukan studi empiris. 3. Melakukan replikasi atau pengulangan. 4. Menyatukan (sintesis) mereviu. 5. Menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.

2. Karakterstik dan Langkah-langkah Penelitian
• Karakteristik penelitian pendidikan
Bertolak dari 2 sifat dikemukakan beberapa karakteristik dari penelitian, khususnya pendidikan.
- Objektivitas
Penelitian harus memiliki obkejtivitas baik dalam karakteristik maupun prosedurnya. Objektivutas dicapai melalui keterbukaan terhindar dari bias dan objektivitas.
- Ketetapan
Penelitian juga harus memiliki tingkat ketetapan (percision) secara teknis instrumen. Pengumpulan data harus memiliki validalitas dan rehabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sample dan teknis analisinya tepat.
- Verifikasi
Penelitian dapat di verifikasi dalam arti dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif, penelitian kualitatif memberikan interprestasi deskriptif.
- Penjelasan Ringkas
Penelitian mencoba memberikan pebjelasan tentang hubungan antara fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah meredutisi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang lengkap.
- Empiris
Penelitian ditandai oleh sikap dan pendekatan empiris yang kuat secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan yang diperoleh dengan metode penelitian yang sistematik.
- Penalaran Logis
Penalaran merupakan proses berpikir, menggunakan prinsip logika deduktif atau induktif. Penalaran deduktif, penarikan kesimpulan dari umum ke khusus.
- Kesimpulan Kondisional
Kesimpulan hasil penelitian tidak bersifat absolut, penelitian prilaku dan juga ilmu kealaman tidak menghasilkan kepastian sekalipun yang relatif. Baik kesimpulan penelitian kualitatif maupun kuantitatif bersifat kondisional.
- Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah ini bukan sesuatu yang sekunsial atau langkah yang harus didikuti secara laku, proses penelitian adalah sesuatu kegiatan interaktif antara peneliti dengan logika, masalah, desain dan interprestasi.
- Menemukan dan Membatasai Masalah
Perumusan masalah merupakan perumusan dan pemetaan faktor-faktor atau variable-variable yang terkait dengan fokus masalah. Faktor atau variable tersebut ada yang melatar belakangi ataupun diakibatkan oleh fokus masalah.

3. Jenis-jenis Penelitian
Jenis penelitian berdasrakan pendekatan. Berdasarkan penelitian, secara garis besar dibedakan dua macam penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif, keduanya memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur penelitian yang berbeda.
- Asumsi Tentang Realita
Penelitian kuantitatif didasarkan atas konsep positivisme yang bertolak dari asumsi bahwa realita bersifat tunggal, fixed, stabil, lepas dari kepercayaan dan perasaan individual realita bersifat terbuka, kontekstual, secara sosial meliputi persepsi dan pandangan-pandangan individu yang kolektif, diteliti dengan menggunakan manusia sebagai instrumen.
- Tujuan Penelitian
Penelitian kuantitatif bertujuan mencari hubungan dan menjelaskan sebab-sebab perubahan dalam fakta sosial yang teratur dan lebih di arahkan untuk memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan.
- Metode dan Proses Penelitian
Penelitian kuantitatif memiliki serangkaian langkah atau prosedur baku, yang menjadi pegangan para peneliti penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian terbuka (emegent design) yang disempurnakan selama pengumpulan data kalau penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian tertutup.
- Peranan Penelitian
Dalam penelitan kuantitatif peneliti dari objek yang diteliti. Dalam penelitian peneliti lebur dengan situasi yang diteliti. Peneliti adalah pengumpul data, orang yang ahli dan memiliki kesiapan penuh untuk memahami situasi peneliti melakukan pengujian sendiri secara kritis.
Jenis-jenis penelitian berdasarkan fungsinya :
Secara umum penelitian mempunyai dua fungsi utama, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki praktek, pemahaman tentang bagaimana penelitian berperan dalam mengembangkan pengetahuan, pendidikan dikaitkan dengan perbedaan jenis penelitian. Ada 3 dasar penelitian “basic research”, penelitian terapan atau applied research dan penelitian evaluasi “a scientific body of knowledge” generalisasi merupakan perluasan penelitian.
- Penelitian Dasar
(Basic research) disebut juga penelitian murni (pure research) penelitian pokok (fundamental research) sebagai arahan penguji materi, teori yang didukung oleh kenyataan empiris disebut hukum ilmiah (scientific law), dalam generalisasi terkandung abstaksi yang merupakan salah satu kekuatan dari ilmu.
- Penelitian Terapan
Dampak dari penelitian terapan terasa setelah periode waktu tertentu, setelah jumlah hasil studi di publikasikan, pengetahuan tersebut akan mempengaruhi cara berpikir dan persepsi para praktisi, penelitian terapan mendorong penelitian lebih lanjut menyarankan teori praktek baru serta mendorong pengembangan metodologi.
- Penelitian Evaluatif
Penelitian evaluatif berbeda dengan evaluasi formal, evaluasi formal bisa dilakukan oleh para peneliti atau pelaksana dalam bidangnya, penelitian evaluatif bersifta komprehensif membutuhkan data kuantitatif dan kuantitatif, penelitian evaluatif menambah pengetahuan tentang kegiatan tertentu dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut ada 2 macam penelitian evaluatif yaitu penelitian tindakan (action reserch) dan penelitian kegiatan (policy study).
Jenis-jenis Penelitian Berdasarkan Tujuannya :
Penelitian dapat dibedakan menjadi 4 golongan : Penelitian deskriptif, prediktif, improftif, dan eksplanatif.
- Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif dapat berkenaan dengan kasus tertentu atau sesuatu populasi yang cukup luas, dalam penelitian deskriptif dapat digunakan pendekatan kuantitatif, pengumpulan dan pengukuran data yang berbentuk angka atau pendekatan kualitatif penggambaran keadaan secara naratif kualitatif.
- Penelitian Prediktif
Penelitian deskriptif dilakukan secara koreksional dan kecenderungan melalui penelitian koreksional, selain dapat dicari ada korelasi yang dicari variabelnya dan dapat dihitung regesinya.
Penelitian prediktif dilakukan menurut kecenderungan, dalam perkembangan selama jangka waktu tertentu. Prediksi tentang jumlah penduduk lima atau sepuluh tahun yang akan datang bisa dihitung berdasarkan perkembangan penduduk.
- Penelitian Improftif
Penelitian eksperimental sebagai bagian dari metode penelitian dan pengembangan atau sebagian metode tersendiri untuk mengetahui pengaruh dari hal lainnya dalam penelitian improftif.
- Penelitian Eksplanatif
Penelitian eksplanatif mencoba mencari kejelasan hubungan antar hal tersebut, hubungan bisa berbentuk hubungan korelasional atau saling berhubungan, sumbangan atau kontribusi satu variable trehadap variablenya yang dapat diungkap melalui penelitian komparatif.
RUANG LINGKUP PENELITIAN PENDIDIKAN

1) Komponen-komponen Proses Pendidikan
Bidang pendidikan termasuk rumpun ilmu perilaku, suatu rumpun ilmu yang mengkaji aktivitas manusia. Lingkup kajian aktivitas manusia sangatlah luas, setiap manusia mempunyai bermacam-macam kajian didalam bidang ilmu dan propesi seperti : psikologi, sosiologi antropologi, pendidikan, ekonomi, politik, manajemen, keagamaan, keamanan dan lain-lain.
- Interaksi Interaksi Pendidikan
Tujuan pendidikan minimal diarahkan kepada pencapaian 4 dasar yaitu : 1. Pengembangan segi kepribadian. 2. Pengembangan kemampuan kemasyarakatan. 3. Pengembangan melanjutkan studi. 4. Pengembangan kecakapan dan kesiapan untuk bekerja.
Tujuan merupakan suatu kegiatan yangberintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan. Dalam pergaulan anatra peserta didik dan para pendidik yang dikembangkan utama dari segi afektif : Nilai-nilai, sikap, minat, motivasi, disiplin diri, kebiasaan, dan lain-lain.
- Tujuan Pendidikan
Perbuatan mendidik diarahkan pada pencapaian. Tujuan pendidikan, tujuan bisa menyangkut pada peserta didik sendiri, sasaran dan perbuatan pendidikan selalu normatif selalu terarah pada yang baik. Perbuatan pendidikan tidak mungkin dan tidak pernah diarahkan kepada pencapaian tujuan, karena tujuannya positif maka proses pendidikannya juga harus selalu positif, konstruktif, normatif.
- Lingkungan Pendidikan
Proses pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan intelektual merupakan kondisi dan iklim sekitar yang mendorong dan menunjang pengembangan kemampuan berpikir, lingkungan lainnya adalah lingkungan nilai, yang merupakan tata kehidupan nilai, baik dari kemasyarakatan ekonomi, sosial, politik, estetika, etika maupun nilai keagamaan yang hidup dan dianut dalam suatu daerah atau kelompok.
Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat serta lingkungan kerja, diantara aspek kehidupan tersebut pendidikan menempati pendidikan yang paling sentral dalam kehidupan keluarga.
- Pergaulan Pendidikan
Dalam pergaulan pendidikan proses pengembangan berlangsung secara informal, alamiah, dan mungkin juga tidak disadari walau dari sisi pendidik seharusnya harus disadari. Para pendidik memberikan pendidikan kepada para peserta didik dengan apa yang mereka perlihatkan. Dalam pergaulan pendidikan para pendidik menjadi model dan contoh dari konsep dan model pendidikan yang dianutnya.
2) Landasan dan perbuatan mendidik.
- Landasan psikologis
Sesungguhnya dalam proses interaksi kedua belah pihak harus saling memahami dan menyesuaikan diri. Dalam interaksi pendidikan landasan psikologis memberikan dasar-dasar pemahaman perilaku peserta didik sebagai individu.
- Peserta didik sebagai individu
Peserta didik adalah individu, yaitu individu manusia, bukan manusia pada umumnya, melainkan manusia tertentu yang bersifat spesifik atau khas secara garis besar individu manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohani individu memilki satu ciri yang esensial, yaitu bahwa dia selalu berprilaku atau melakukan kegiatan. Prilaku atau kegiatan juga meliputi hal yang disadari dan tidak disadari, menuis, berbicara, berpikir, menghayal adalah beberapa contoh dari perilaku yang disadari.
- Kemampuan karakteristik pada peserta didik
Selain dalam kemampuan, individu manusia juga memiliki keragaman dalam karakteristik, baik karakteristik yang bersifat permanen maupun temporer, karakteristik permanen terutama berkenan dengan aspek jasmani seperti tinggi dan besar badan, postur tubuh, warna kulit, rambut, mata, kondisi dan kemampuan indra.
- Perkembangan peserta didik
Peserta didik adalah individu yang berkembang. Perkembangan ada beberapa aspek, terutama fisik pada tahap tertentu, perkembangan dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan kematangan.
3) Kurikulum dan manajemen pendidikan
- Kurikulum
Rancangan bimbingan secara umum termasuk didalam kurikulum tetapi rancangan secara khusus atau bimbingan dan konseling mempunyai rancangan sendiri. Untuk mendukung pelaksanaan kurikulum, khususnya pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran dan latihan serta pelaksanaan bimbingan dikembangkan pengelola sekolah.
- Manajemen pendidikan
Manajemen pendidikan yang efektif atau efisien bukan hanya dibutuhkan untuk mengelola kegiatan dan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari identifikasi, perencanaan, peningkatan prtisipasi dan kerjasama sampai dengan pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan.
- Kebijakan pendidikan
Pelaksanaan kurikulum atau pelaksanaan pendidikan mangacu pada peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah. Perundangan dan keputusan pemerintah tersebut dikeluarkan baik pada tingkat pusat daerah bahkan sekolah. Pelaksanaan kurikulum dan pendidikan yang efektif dan efisien.
4) Teori pendidikan dan kurikulum
- Teori-teori pendidikan
Teori pada hakikatnya tidak praktis “impractical” (Beauchamp 1975). Dunia praktis terbentuk dalam kumpulan-kumpulan peristiwa khusus, sedang dunia teori berkembang dari generalisasi, hukum, aksioma, dan teorema. Teori bidang pendidikan sesuai dengan karakteristik dasar pendidikan yang memusatkan kajianya kepada interaksi antar manusia. Teori-teori pendidikan (termasuk didalamnya teori kurikulum pengajaran- pembelajaran, bimbingan- konseling dan pengelola).
- Teori kurikulum pembelajaran
Teori yang dianut dari dalam pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran seringkali tidak hanya 1 teori tetapi bebrapa teori sebagai contoh dalam pelaksanaan kurikulum 2004 digunakan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi.
KBK bertolak dari filsafat positivisme atau realisme yang sangat menekan hal-hal yang dapat diamati, diukur dan hubungan sebab akibat.
5) Penelitian bidang-bidang pendidikan
- Penelitian bidang ilmu dan praktek pendidikan.
Penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif maupun kuantitatif. Pendidikan kualitatif diarahkan pada analisis dasar filosofis, psikologis, dll.
Penelitian dalam bidang pendidikan banyak yang lebih diarahkan pada aplikasi dari teori atau konsep. Penelitian ditujukan untuk mengevaluasi pelaksanaan atau keberhasialn suatu sistem program, model pendidikan, implementasinya, ketepatan penggunaan suatu sistem, program, model, metode, media, instrumen, dsb.
- Lingkup penelitian pendidikan
• Pendidikan teoritis
1. Kajian filosofis tentang pendidikan: Idealisme, realisme, pragmatisme eksistenalisme.
2. Pendidikan dalam orientasi: Transmisi, transaksi, dan transformasi.
3. Konsep-konsep pendidikan: Perenialisme, esensialisme, romantisme, progresivisme, teknologi pendidikan dan pendidikan pribadi.
• Pendidikan praktis
1. Berdasarkan lingkungan dan kelompok usia.
1.1. Pendidikan dalam keluarga
1.2. Pendidikan luar sekolah
1.3. Pendidikan di sekolah
1.4. Pendidikan usia dini
1.5. Pendidikan usia dewasa
2. Berdasarkan jenjang
2.1. Pendidikan jenjang sekolah dasar
2.2. Pendidikan jenjang sekolah menengah
2.3. Pendidikan jenjang perguruan tinggi
3. Berdasarkan bidang studi
3.1. Pendidikan agama
3.2. Pendidkan bahasa
3.3. Pendidikan sosial
3.4. Pendidikan kewarganegaraan
3.5. Pendidikan matematika
3.6. Pendidikan sains
3.7. Pendidikan olahraga
3.8. Pendidikan kesehatan
3.9. Pendidikan seni
3.10. Pendidikan teknologi
3.11. Pendidikan keterampilan
4. Pendidikan berdasarkan jenis
4.1. Pendidikan umum
4.2. Pendidikan kejuruan
4.3. Pendidikan khusus
4.4. Pendidikan luar biasa

PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN


1. Konsep dan macam-macam metode penelitian
Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian (research design) tertentu. Rancangan ini mengambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi dan data dikumpulkan.
Tujuan rancangan penelitian adalah melalui penggunaan metode penelitian yang tepat, dirancang kegiatan yang ada.

2. Penelitian kuantitatif
Ada beberapa metode penelitian yang dapat dimasukan kedalam penelitian kuantitatif yang bersifat noneksperimental yaitu : metode, deskriptif, survei, ekspos fakto, komparatif, koreasional dan penelitian tindakan.
- Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditunjukan untuk menggambarkan fenomena yang ada yang berlangsung pada saat itu juga. Penelitian itu juga mengadakan manipulasi atau perubahan variable bebas. Penelitian deskriptif bisa mendeskripsikan sesuatu keadaan saja. Pertumbuhan ekonomi masyarakata disuatu daerah, sebelum ada koperasi didalam perkembangan ada yang bersifat longitudinal.
- Penelitian survei
Ada 3 karakteristik utama dari survei : 1) informasi dikumpulkan dari sekelompok besar orang untuk mendiskripsikan beberapa aspek atau karakteristik tertentu seperti : kemampuan sikap, kepercayaan pengetahuan, dan populasi 2) informasi dikumpulkan melalui pengajuan pertanyaan 3) informasi diperoleh dari sample bukan dari populasi. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui gambaran umum karakteristik dari populasi.
- Penelitian ekspos fakto
Apabila anak-anak dari keluarga yang memperhatikan gizi lebih sehat dari yang tidak memperhatikan gizi, maka dapat diperkirakan penyebabnya adalah karena masalah gizi.
- Penelitian korelasional
Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variable berhubungan dengan nilai yang tinggi. Korelasi negetif nilai yang tinggi pada suatu variable berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variable lain.
- Penelitian tindakan
Penelitian tindakan kolaboratif selain diarahkan kepada perbaikan proses dan hasil tujuan meningkatkan kemampuan para pelaksana, sebab penelitian kolaboratif merupakan bagian dari pengembangan staf.
- Penelitian pengembangan
Tiga langkah dalam penelitian pengembangan pertama studi pendahuluan, mengkaji teori dan mengamati produk, kedua melakukan pengembangan produk atau kegiatan program baru, ketiga menguji atau memvalidasi produk atau program kegiatan yang baru, penguji produk dilakukan dengan mengadakan eksperimen.
3. Penelitian eksperimental
Penelitian eksperimental merupakan penelitian yang paling murni kuantitatif dan penelitian ini termasuk penelitian laboratorium, dan metode ini bersifat validation atau menguji. Pengontrolan variable dilakukan dengan menyamakan karakteristik sample dalam variable-variable tersebut ada beberapa variasi dari penelitian eksperimental yaitu eksperimen murni, eksperimen lemah dan subjek tunggal.
4. Metode kualitatif
Kualitatif resrarch adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertolak dari pandangan positivisme. Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama : pertama menggambarkan dan mengungkap, kedua menggambarkan dan menjelaskan.
Ada lima macam metode kualitatif interaktif yaitu metode etnografik bisa dilaksanakan dalam antroplogi dan sosiologi, metode fenomenalogis digunakan dalam psikologi dan filsafat. Studi kasus dalam ilmu sosial, sosiologi dan studi kritikal digunakan dalam metode interaktif. Studi kasus dan studi kritikal.
5. Kontinum dari metode-metode penelitian
David R. Krathwhd memandang keseluruhan metode keseluruhan metode itu terletak dalam suatu kontinum atau garis bersambungan dengan dua metode yang merupakan kutub yang bertentangan, terletak pada kedua titik ujung yaitu metode kualitatif dan eksperimental.


METODE DESKRIPTIF DAN SURVAI

1. Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif konsepn dan fungsi penelitian deskriptif penelitian deskriptif kuantitaif dan kualitatif, hubungan penelitian deskriptf dengan survai, alasan digunakannya penelitian deskriptif, penggunaan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif untuk memecahkan masalah, jenis informasi yang digali dengan penelitian deskriptif, studi perkembangan, studi kasus, studi kemasyarakatan, studi perbandingan, studi hubungan, studi waktu dan gerak, studi kecenderungan, studi tindak lanjut, analisis kegiatan, analisis isi/dokumen.
2. Penelitian deskriprif untuk memecahkan masalah
Untuk memecahkan suatu masalah atau mementukan suatu tindakan diperlukan sejumlah informasi-informasi pertma adalah keadaan saat ini tentang berapa jumlah pengangguran yang ada informasi. Kedua bertolak dari analisis, interprestasi dan kesimpulan terhadap informasi pertama diadakan penelitian untuk mengihimpun informasi, informasi kedua merealisasikan program pendidikan dan latihan.
3. Jeni-jenis penelitian deskriptif
Ada beberapa variasi yaitu studi perkembangan, studi kasus, studi kemasyarakatan, studi perbandingan, studi hubungan, studi waktu dan gerak, studi kecenderungan, studi tindak lanjut, analisis kegiatan, analisis isi/dokumen.
4. Survai
Konsep dan karakteristik survai penggunaan dan popularitas survai, pengumpulan data survai, wawancara melalui telepon angket, angket melalui pos, pengumpulan data survai dan langkah-langkah pengumpulan data survai.
5. Pengumpulan data survai
Pengumpulan data survai dalam survai dapat dilakukan melalui bebrapa cara, yaitu wawancara langsung melalui telepon, pengedaran angket, kepda kelompok secara lagsung, pengiriman angket melalui pos. wawancara langsung merupakan cara yang cukup efektif.
6. Langkah-langkah survai
Agar diperoleh data atau informasi yang diharapkan ada beberapa langkah 1) Merumuskan tuujuan umum dan tujuan khusus, 2) Memilih sumber dan populasi target, 3) Pemilihan teknik pengembangan instrumen, 4) Petunjuk pengisian, 5) Penentuan sampel, 6) Pembuatan alamat, 7) Uji coba, 8) Tidak lengkap dan tidak mengembalian, 9) Tindak lanjut.

PENELITIAN KUALITATIF


1. Penelitian kualitatif dan kuantitatif
Konsep penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang diarahkan pada memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan. Peneliitan kualitatif menggunakan strategi metode dengan metode utama interview, observasi dan studi dokumenter. Dalam pelaksanaan penelitian, penelitian menyatu dengan situasi yang diteliti, berbeda dengan penelitian kuantitatif yang mengambil jarak, penelitiana kualitatif memiliki beberapa perbedaan yang mendasar dengan penelitian kuantitatif yang berpangkal dari perbedaan dasar filsafat karakteristikdesian penelitian kualitatif memiliki perbedaan dengan penelitian kuantitatif.
Perbedaan tersebut berkenaan dengan desain studi kasus, kegunaan penelitian, sampel purposif, pemilihan lokasi, penentuan sampel, sampel komprehensip, sampel jaringan, sampel tipe khusus, ukuran sampel walaupun kriterianya berbeda desain kualitatif juga menekankan validalitas desain. Validalitas desain penelitian kualitatif tersebut terutama berkenaan dengan : Strategi peningkatan validalitas, subjektivitas dan refeleksivitas, subjektif, interpersonal, strategi meningkatkan reflektivitas, perluasan temuan kualitatif, etika penelitian. Dan standat kelayakan, peneitian kualitatif menggunakan strategi pengumpulan data yang bersifat multi metode, hal ini berkenaan dengan : masalah bayangan, reformulasi pertanyaan, peranan peneliti, interviu mendalam, macam-macam interviu, pertanyaan interviu, penelitian kualitatif memiliki langkah-langkah pengumpulan dan analisis data yang berbeda dengan penelitian kuantitatif.

PENELITIAN EVALUATIF


1. Konsep dan tujuan penelitian evaluatif
Penelitian evaluatif memiliki banyak persamaan dengan kegiatan evaluasi. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah dalam tujuan dan pengembangan, hasil dari evaluasi digunakan oleh para pemegang kebijakan untuk penentuan keputusan, evaluasi dibedakan anatar evaluasi formatif dan sumatif. Eavaluasi lebih diarahkan pada mengevaluasi proses dan hasilnya digunakan untuk memperbaiki program, sedang evaluasi sumatif lebih difokuskan pada mengevaluasi hasil dan dimanfaatkan bagi kepentingan pengguna karena hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan keputusan, maka kegiatan evaluasi harus memebuhi beberapa standar, yaitu standar kebergunaan, kelayakan, kesatuan, dan ketepatan lingkungan penelitian evaluatif, dapat mencakup kurikulum, program pendidikan, pembelajaran, pendidikan siswa, organisasi, manajemen.
Ada beberapa model campuran, model komplementer pengembangan eksplanasi. Hal yang sama dikembangkan oleh Guga dan Lincoln, yang disebutkan sebagai evaluasi generasi ke 4. disamping 12 langkah kegiatan penelitian dari stake dan guba dan Lincoln, tim evaluator sekolah menengah, yaitu David Strahan, Jewell Cooper dan Martha Woodmenyarankan 8 langkah evaluasi program pendidikan.
EVALUASI HASIL PENELITIAN TINDAKAN

Penelitian tindak merupakan suatu penelitian yang dilaksanakan oleh para pelaksana dalam lingkungan kerjanya. Penelitian menggabungkan pengumpulan data dengan penggunaan hasilnya. Para pengembang penelitian ini berasumsi bahwa para pelaksana (orang biasa) mampu berfikir reflektif, melakukan diskusi, dan menentukan keputusan sendiri dalam mengatasi kesulitannya. Ada dua teori yang melandasi penelitian tindakan yaitu teori penelitian tindakan kritis dan penelitian tindakan praktis.
Teori penelitian tindakan kritis memberikan perhatian pada pencerahan, membebaskan individu dari aturan ketat, kebiasaan,birokrasi, berpartisipasi secara demokratis dalam proses reformasi. Teori ini merupakan bagian dari teori pascamodern yang memandang kebenaran itu telatf, kondisional dan situasional, pengetahuan dihasilkan oleh penelitian terdahulu. Ada 4 nilai dasar penelitian tindakan, yaitu : demokrasi, kesamaan, kebebasan, peningkatan perbaikan.
Penelitian tindakan praktis lebh menekankan perbuatan atau tindakan, komitmen untuk terus mengadakan perbaikan penentuan keputusan didasarkan atas pengalaman sendiri dan kondisi setempat. Penelitian tindakan hendaknya menjadi kegiatan sehari-hari : 1) Pahami konsep penelitian tidakan, 2) hitung berapa penelitian tindakan yang telah dilakukan, 3) lakukan penelitian tindakan dan yakin upaya anda itu berharga, 4) Kerjakan tindakan penelitian yang bermanfaat bagi siswa masyarakat, dan yakin penelitian tindakan yang anda lakukan tidak ada dapak negatif, 5) bila adakekurangan segera perbaiki, 6) minta bantuan kepada teman profesioanl.

PENELITIAN DAN PENGAMBANGAN

1) Konsep pentingnya penelitian dan pengambangan
Penelitian dan pengembangan merupakan pendekatan penelitian untuk mewghasilkan produk baru atau menyempurnakna produk yang telah ada. Produk yang dihasilakan bisa berbentuk software atau hardware seperti buku, modul, paket, program pemeblejaran atau pun alat bantu belajar, penelitian dan pengembangan berbeda dengan penelitian biasa yang hnaya menghasilkan saran bagi perbaikan.
Menurut Gall dan Borg ada 10 langkah penelitian dan pengembangan yaitu : 1. Penelitian dan pengumpulan data, 2. Perencanaan pengembangan produk, 3. Pengembangan produk awal, 4. Uji coba produkawal, 5. Penyempurnaan produk awal, 6. Uji coba produk yang telah disempurnakan, 7. Penyempurnakan produk, 8. Pengujian produk yang telah disempurnakan, 9) Uji laporan produk, 10. Implementasi dan institusionalisasi.
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian dan pengembangan :1) studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, 2) Uji coba dengan sampel, 3) Uji produk melalui eksperimen dan sosialisasi produk.
PENELITIAN EKSPERIMENTAL

Penelitian eksperimental merupakan penelitian untuk mengatur pengaruh suatu atau beberapa variable terhadap variable eksperimen berbeda dengan penelitian lain sebab penelitian variable atau yang dipengaruhi, variabel penyela dan variable ekstranus. Penelitian eksperimen biasanya digunakan dalam bidang sain dan bisa juga digunakan dalam bidang ilmu dan humaniora.
Pengertian eksperimental menuntut terjaminnya validalitas internal dan eksternal. validalitas

Robert K.Merton

BAB I
PENDAHULUAN

Robert K.Merton adalah salah seorang tokoh sosiologi kontemporer yang hidup pada awal 20, dianggap sebagai pendukung model fungsionalisme stuktural yang paling moderat dewasa ini, analisis fungsional Merton sesungguhnya merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh menyangkutpara ahli teori-teori sosiologi klasik. Dia mencoba menyempurnakan berbagai konsep pemikiran “Durkheim” dan “Weber” dengan memusatkan perhatian pada struktur sosial, bahwa birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisasir secara rasional dan formal, meliputi pola kegiatan yang jelas dan berhubungan dengan tujuan organisai. Diskripsi Merton tidak terbatas pada struktur melainkan terus dikembangkan pada pembahasan tentang kepribadian sebagai produk organisasi stuktural.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN


Robert K.Merton sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme, adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagai perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis, ia juga mengakui bahwa fungsionalisme struktural mungkin tidak akan mampu mengatasi seluruh masalah sosial.

A. Struktural Sosial Dalam Fungsionalisme Robert K. Merton.
Model analisis fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh tentang ahli-ahli teori klasik.
Kemudian Merton mengamati beberapa hal dalam organisasi birokrasi moderennya yaitu :
1. Birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal.
2. Ia meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas.
3. Kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi.
4. Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan kedalam keseluruhan struktur birokrasi.
5. Status-status dalam birokrasi tersusun kedalam susunan yang bersifat hirarkis.
6. Berbagai kewajiban serta hak-hak d dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terbatas serta terperinci.
7. Otoritas pada jabatan, bukan pada orang.
8. Hubungan-hubungan antara orang-orang diabtasi secara formal.
Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang stuktrul, akan tetapi terus membahas kepribadian sebagai produk organisasi struktural tersebut. Struktur birokratis memberi tekanan terhadap individu sehingga mereka menjadi “disiplin, bijaksana, metodis”. Tetapi tekanan ini kadang-kadang menjurus pada kepatuhan mengikuti peraturan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan tujuan dan fungsi-fungsi untuk apa aturan-aturan itu pada mulanya dibuat. Walaupun aturan-aturan tersebut dapat berfungsi bagi efisensi organisasi, tetapi aturan-aturan yang demikian dapat juga memberikan fungsi negatif dengan menimbulkan kepatuhan yang berlebih-lebihan. Hal ini bisa menjurus pada konflik atau ketegangan antara birokrat dan orang-orang yang harus mereka layani.
Ambilah contoh mahasiswa yang mencoba meminjam buku cadangan yang hanya bisa dibaca di perpustakaan, pada saat perpustakaan tersebut akan tutup dan berjanji mengembalikan pada hari berikutnya pada saat perpustakaan sudah dibuka kembali. Pegawai perpustakaan, yang menolak permintaan itu, harus tunduk pada peraturan bahwa buku tersebur tidak diedarkab diluar perpustakaan. Sang mahasiswa menjadi bingung, sebab dia tahu benar bahwa tak seorangpun yang akan membaca buku itu setelah perpustakaan tutup. Akan tetapi peraturan tetap peraturan, dan pegawai menganggap bahwa mereka harus mematuhinya.
Struktur birokratis dapat melahirkan tipe kepribadian yang lebih mematuhi peraturan-peraturan tertulis daripada semangat untuk apa peraturan itu diterapkan. Metron mengusulkan suatu penelitian empiris mengenai dampak birokrasi terhadap kepribadian yang akan menunjukkan saling ketergantungan.

B. Paradigma Analisa Fungsional Merton
Merton memulai analisa fungsionalnya dengan menunjukkan perbendaharaan yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “sebuah istilah terlalu sering digunakan untuk melambangkan konsep-konsep yang berbeda-beda, seperti halnya dengan konsep yang sama digunakan sebagai simbol dari istilah-istilah yang berbeda” (Merton 1976: 74). Konsep-konsep sosilogi seharusnya memiliki batasn yang jelas bilamana mereka harus berfungsi sebagai bangunan dasar dari proposisi-proposisi yang dapat diuji. Lebih dari pada itu, proposisi-proposisi harus dinyatakan dengan jelas tanpa berwayuh arti. Model Merton mencoba membuat batasan beberapa konsep analitis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan bebepara ketidakpastian arti yang di dalam postulat-postulat kaum fungsional.
Merton mengutip tiga postulat yang dapat di dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu yaitu sebagai berikut :
1. Adalah kesatuan fungsional masyarakat yang adapt dibatasi sebagai “suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan atau kosistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat dibatasi atau diatur”. Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masyarakat adalah “bertentangan dengan fakta”. Sebagai contoh dia mengutip beberapa kebiasaan masyarakat yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok (menunjang integrasi dan kohesi suatu kelompok) akan tetapi disfungsional (mempercepat kehancuran) bagi kelompok lain.
Paradigma Merton menegaskan bahwa disfungsi (elemen disintegratif) tidak boleh diabaikan hanya karena orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif (elemen integratif). Ia juga menegaskan apa yang fungsionla bagi suatu kelompok dapat tidak fungsionla begi keseluruhan, oleh karena itu batas-batas kelompok yang dianalisa harus terperinci.
2. Yaitu fungsionalisme universal, berkaitan dengan postulat pertama. Fungsionalisme universal menganggap bahwa “seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif” (Merton 1967: 84). Sebagaimana sudah kita ketahui, Merton memperkenalkan konsep difungsi maupun fungsi positif. Beberapa perilaku sosial jelas bersifat disfungsional. Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharusnya dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi fungsional (bet balance of functional consequences), yang menimbang fungsi positif terhadap fungsi negatif. Sehubungan dengan kasus agama di Irlandia Utara tadi seorang fungsionalis harus mencoba mengkaji fungsi positif maupun negatifnya, dan kemudian menetapkan apakah keseimbangan diantara keduanya lebih menunjuk pada fungsi negatif atau positif.
3. Yang melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah postulat indispensability. Ia menyatakan bahwa “dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang ahrus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan. Menurut Merton postulat ini masih kabur. Belum jelas apakah fungsi (suatu kebutuhan sosial, seperti reproduksi anggota-anggota baru) atau item (sebuah norma, seperti keluarga batih), merupakan suatu keharusan.
Merton menulis, pendek kata postulat indispensability sebagaimana yang sering dinyatakan mengandung dua pernyataan yang berkaitan, tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Pertama, bahwa ada beberapa fungsi tertentu yang bersifat mutlak dalam penegrtian, bahwa kecuali apabila mereka dijalankan, maka masyarakat (atau kelompok maupun individu) tidak akan ada.

C. Kritik Terhadap Fungsionalisme
Merton pertama kali mengembangkan paradigmanya pada tahun 1948 untuk merangsang peneliti untuk menggunakan teori fungsionalisme struktural. Apa yang ia tawarkan segera menjadi model bagi perkembangan teori-teori yang secara ideal menyatu dengan penelitian sosiologis fungsionalisme struktural ini, kadangkala secara tidak adil, mendapat serangan dari berbagai penjuru, termasuk dari para ahli teori konflik dan psikologi sosial. Kita akan memperhatikan beberapa asumsi umum yang ternyata melekat dalam fungsionalisme dan kritik-kritik yang ditimbulkan oleh asumsi-asumsi itu. Kemudian kita akan menghubungkan asumsi tersebut dengan fungsionalisme-Merton.
Seperti halnya dengan semua teori, fungsionalisme struktural juga bertumpu pada sejumlah asumsi tertentu tentang hakikat manusia dan masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut cenderung bersifat konservatif lebih terpusat pada struktur sosial yang ada daripada perubahan sosial. Masyarakat dianggap terdiri dari bagian-bagian yang secar teratur salng berkaitan. Walaupun skema pardigma Merton merupakan penyempurnaan dari fungsionalisme yang lebih awal, tetapi dia masih tetap saja menekankan kesatuan, stabilitas dan harmoni sistem sosial.
Fungsionalisme struktural tidak hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi tertentu tentang hakikat manusia. Di dalam fungsionalisme, manusia diperlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga atau struktur-struktur sosial. Di dalam perwujudannya yang ekstrim, fungsionalisme struktural secara implisit memeprlakukan manusia sebagai pelaku yang memainkan ketentuan-ketentuan yang telah dirancang sebelumnya, sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan masyarakat.
Sebagaimana halnya dengan kebanyakan ahli teori naturalistis, Merton menganggap bahwa orang dibentuk oleh struktur sosial dimana mereka hidup. Kita telah mencoba mempertegas arti pentingnya keterikatan Merton pada analisa struktur sosial. Tetapi gambaran Merton tentang manusia itu bukanlah merupakan suatu determinisme yang kaku. Sebagaimana dinyatakan oleh Stinchombe “prose ini yang dianggap Merton sebagai masalah sentral di dalam struktural sosial ialah pilihan diantara alternatif-alternatif yang terstruktur secara sosial”. Dengan kata lain ada pola-pola perilaku yang merupakan bagian dari aturan institusional (yang dengan demikian memungkinkan sosiologi untuk berkembang sebagai ilmu).
Konsepsi Meton tentang masyarakat berbeda dari konsepsi Emile Durkheim sebagai sesepuh analisa fungsionalisme struktural. Struktur-struktur sosial terintegrasi dan norma-norma yang ada mengendalikan para anggota mereka. Mereka benar-benar ada dan merupakan sasaran pengkajian ilmu sosiologi. Hal ini dapat dilihat dalam prioritas yang diberikan Meton pada analisa struktural di dalam sosiologi. Akan tetapi struktur sosial Merton tidaklah memiliki sifat statis sebagaimana yang disesalkan oleh banyak pengeritik fungsionalisme struktural. Persyaratan analisa struktural Merton mencakup pengakuan : (1) bahwa oleh karena proses diferensisasi, struktur sosial dapat menimbulkan konflik sosial, (2) bahwa ambivalensi sosiologi berkembang dalam struktur normatif dalam bentuk ketidaksesuaian harapan-harapan yang terpola, dan (3) bahwa struktur sosial menimbulkan perubahan di dalam struktur-struktur dan perubahan struktur itu sendiri. Walaupun struktur sosial Merton memiliki realitasnya sendiri-suatu realitas yang mempengaruhi mereka yang memiliki peranan dan status-ia tidaklah merupakan suatu realitas statis.
Merton mengakui bahwa analisa fungsionalisme struktural yang dikemukakannya hanya merupakan salah satu pendekatan dalam ilmu sosiologi, yang harus diakui sebagai pendekatan yang terbaik. Ia mengakui bahwa pendekatan yang idea adalah sebuah teori tunggal yang menyeluruh, akan tetapi dia merasakan adanya masalah “apabila apa yang idea itu dianggap sebagai hal yang ada sekarang ini”. Walaupun Merton pada umumnya terikat pada teori sosiologi naturalistis dan khususnya pada analisa fungsionalisme struktural, akan tetapi dia selalu berhati-hati untuk tidak berada did alam ketertutupan yang dangkal dengan menerimanya sebagai suati paradigma teoritis tunggal. Sebagaimana ia nyatakan :
Seandainya saya adalah seorang dokter yang dipanggil bukan hanya untuk membuat diagnosa akan tetapi juag terapi, maka pendapat saya adalah sebagai berikut : bahwa krisis sosiologis yang kronis tersebut, dengan segala keragaman, perasingan dan pertentangan antar doktrin yang ada di dalamnya, tampaknya menuntut suatu terapi yang kadang-kadang diusulkan untuk mengobati krisis yang bersifat akut, yakni suatu resep tunggal berupa wawasan teoritis yang menawarkan kebenaran sosiologis yang penuh dan eksklusif.


BAB III
KESIMPULAN

Merton telah menghabiskan karir sosiologinya dalam mempersiapkan dasar struktur fungsional untuk karya-karya sosiologis yang lebih awal dan dalam mengajukan model atau paradigma bagi analisa struktural. Dia menolak postulat-postulat fungsionalisme yang masih emntah, yang menyebabkan paham “kesatuan masyarakat yang fungsional”, “fungsionalisme universal”, dan “indespensability”. Merton mengetengahkan konsep disfungsi, alternatif fungsional dan konsekuensi keseimbangan fungsional, serta fungsi manifes dan laten, yang dirangkainya kedalam suatu paradigma fungsionalis. Walaupun kedudukan model ini berada diatas postulat-postulat fungsionalisme yang elbih awal, tetapi kelemahannya masih tetap ada. Masyarakat dilihat sebagai keseluruhan yang lebih besar dan berbeda dengan bagian-bagiannya. Individu dilihat dalam kedudukan abstrak, sebagai pemilik status dan peranan yang merupakan struktur. Konsep abstrak ini memeprbesar tuduhan bahwa paradigma tersebut mustahil untuk diuji.
Beberapa teori Merton yang terungkap dari tiga postulat menjelaskan tentang kesatuan fungsional masyarakat yang dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai. Fungsionalisme universal menyatakan bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif, meskipun beberapa perilaku sosial cenderung bersifat disfungsional. Analisis terakhir dalam postulat indispensability menegaskan bahwa dalam setiap peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek material dan ekpercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan sistem secara keseluruhan. Merton sendiri mengkritisi postulatnya dengan pernyataan bahwa kita tidak mungkin mengharapkan terajdinya integrasi masyarakat secara sempurna.

Karakteristik Perilaku Bahasa

BAB I
PENDAHULUAN


Pada dasarnya Bahasa merupakan proses mempengaruhi orang lain disiplin-disiplin yang lain, menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi dan komunikasi. Erat sekali kaitannya antara komunikasi dengan Bahasa karena Bahasa juga merupakan alat komunikasi.
Di Yunani sejak abad VI S.M terkenal sebuah tempat pemujaan Apollo di Delphi, ketempat itulah rakyat-rakyat dan raja banyak minta nasihat. Seorang pendeta wanita duduk diatas kursi yang dipenuhi asap dari pemujaan. Dalam keadaan fana’ (france) itu menjawab pertanyaan pengunjung, dari masalah kontes lagu sampai urusan agama dan politik. Ketika penjahat-penjahat dikoloni kecil meminta nasihat, bagaimana mengatasi kekacauan, Orakel Delphi menjawab :”buat hukum bagimu”, setelah ada ucapan dari Orakel seperti itu maka dari Delphi menyebarlah motto yang terkenal : Gnoth!seauthon (kenalilah dirimu).
Inilah yang mendorong kami utuk lebih jauh memahami karakteristik komunikasi dari motto tersebut, dan motto itulah yang menngusik para filusuf untuk mencoba memahami dirinya dari motto ini juga dapat kita ketahui tentang karakteristik Bahasa.
Dalam makalah ini juga kami membahas tentang perkembangan individu (manusia), manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo vogns) dan teori-teori lainnya. Tujuan mempelejari makalah untuk mengetahui karakteristik perilaku Bahasa, perkembangan individu, tugas perkembangan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Perilaku Bahasa
Menurut Anderson (1974:47) membagi sikap menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sikap Bahasa
2. Sikap non Bahasa seperti politik, sikap sosial, sikap estetis.
Sikap Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar Bahasa (Macmara dalam study dan Fasold, 1973:36).
Dittmar mengemukakan, pengertian sikap Bahasa ditandai oleh sejumlah ciri antara lain meliputi :
● Pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual
● Distribusi perbendaharaan bahasa
● Perbedaan-perbedaan dialektikal
● Problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu.
Garvin dan Mathiot mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu :
a. Kesetiaan bahasa (language loyality)
b. Kebanggaan bahasa (language pride)
c. Kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm)
Kesetiaan bahasa adalah keinginan masyarakat mendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa itu bahkan kalau perlu mencegahnya dari pengaruh bahasa lain.
Kebanggaan bahasa mendorong seseorang atau masyarakat pendukung bahasa itu untuk menjadikannya sebagai penanda jati diri lain.
Sikap bahasa itu dapat termasuk faktor eksternal dan internal. Faktor-faktor eksternal adalah :
a. Kontak dengan bahasa Nasional
b. Pendidikan
c. Pekerjaan atau status ekonomi
d. Emigrasi
Faktor internal adalah :
a. Identitas etnik
b. Pemakaian bahasa Jawa
c. Ikatan dengan budaya tradisi
d. Daya budaya tradisional
Sikap bahasa positif pada seseorang yang mempunyai rasa setia untuk memelihara, untuk mempertahankan bahasanya sebagai sarana pengungkap paling tepat perasaan, isi hati, tuntutan batin dan sebagainya. Sikap positif juga terdapat pada seseorang yang mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diir.
Sikap bahasa negatif akan menyebabkan orang acuh tak acuh terhadap pembinaan dan pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai bahasa itu sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau mulitilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi yang lebih menjamin memperoleh kesempatan disektor modern dan semacamnya.
Masalah pemertahanan bahasa adalah masalah khas dalam masyarakat multilingual. Berpindah bahasa merupakan suatu indikator kematian bahasa karena orang itu mulai meinggalkan bahasanya. Proses itu sudah barang tentu tidak secara total dan secara drastis. Gejala yang secara umum dijumpai adalah lapisan atau kelompok tua lebih bertahan pada bahasanya, sedang kelompok muda lebih mudah terangsang untuk memakai suatu yang baru yang mencerminkan kedinamisan.

B. Perkembangan Individu
Pendekatan kita terhadap bahasa bila saja menganggapnya sebagai fenomena perorangan. Bila seseorang mengatakan, “Bahasanya kasar sekali”, atau “tutur katanya menyenangkan” maka dia secara disadari atau tidak memberikan pemberian atau menerangkan tingkah laku orang lain. Manusia dalam kehidupan sehari-hari berbicara, menulis, membaca dan mendengarkan. Keempat keterampilan ini bukan dihadiahkan begitu saja sewaktu dilahirkan, tapi mesti dipelajari. Tiap orang pun berbeda kemampuannya dalam keterampilan-keterampilan itu. Ada yang menjadi penyair, ahli pidato dan sebagainya. Orang yang tuki sejak lahir memperlihatkan penampilan berbahasa yang tidak normal. Dan seringkali kecelakaan atau penyakit mengganggu kebahasaan seseorang. Melihat ini semua, bahasa dapat kita lihat sebagai bagian dari psikologi manusia, tingkah laku tersendiri, tingkah laku yang fungsi utamanya adalah komunikasi dan interaksi.
Istilah tingkah laku seringkali disalahtafsirkan sebagai mengacu kepada gerakan-gerakan fisik yang nyata dan teramati saja. Mengerti tulisan atau ujaran misalnya mungkin tanpa atau sedikit ditandai gerakan fisik yang teramati. Para peserta sidang selama dalam ruang sidang misalnya tidak ada yang merokok, karena dalam ruangan itu ada tulisan, dialarang merokok. Tidak merokok itu petunjuk bahwa mereka mengerti tulisan itu. Kegiatan yang tak teramati pun mesti disebut tingkah laku walaupun hanya bisa disimpulan atau dimengerti dari kegiatan lain yang teramati.
Melihat bahasa dengan sudut bahasan diatas kita melihatnya sebagai fenomena perorangan, sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana penguasaan suatu keterampilan yang bersamaan dengan mekanisme psikologi dalam memahami dan menyusun ujaran. Disini terasa pembahasan bahasa jauh dari fungsi utamanya (sebagai alat komunikasi dan interaksi) karena komuniksi memang bukan kasus perorangan, tapi lebih merupakan kasus sosial.
Bloomfield menurunkan istilah biophysical aspect of language dan biosocial aspect of language. Kedua aspek ini pun erat kaitannya dengan pendekatan kita terhadap bahasa, yaitu apakah kita mendekatinya sebagai individu atau sebagai fenomena sosial. Dengan biophysical aspect. Bloomfield melihat bahwa bahasa atau ujaran itu adalah gerakan menghasilkan bunyi ujaran dan gelombang suara yang dihasilkan serta getaran pada gendang pendengaran pada pihak pendengar dalam proses komunikasi. Seterusnya dengan biosocial aspect of language, Bloomfield melihat kenyataan bahwa orang-orang atau penutur dalam suatu masyarakat telah terlatih untuk menghasilkan bunyi-bunyi tadi dalam situasi-situasi tertentu dan memberikan respon kepada bunyi-bunyi itu dengan tindakan yang sesuai dengan suasananya. Fungsi biososial ini hadir dalam masyarakat ujaran sebagai akibat dari adanya latihan yang seragam, tradisional dan arbitrer dal kelompok atau masyarakat ujaran (simak Bloomfield 1939:9).

C. Tugas Perkembangan Bahasa
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut.
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain bagi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya tetapi dengan memahami kegiatan atau gerakan atau gesture-nya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan perbendaharaan kata. Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya perkembangan sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola itu untuk saya”. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkan pun semakin panjang dan kompleks. Menurut Davis Garrison dan Mc carthy (E.Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita dan anak yang berasal dari keluarga berada. Bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga miskin.
4. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya) pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya.

BAB III
KESIMPULAN

Sikap Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Dittmar mengemukakan, pengertian sikap Bahasa ditandai oleh sejumlah ciri antara lain meliputi :
● Pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual
● Distribusi perbendaharaan bahasa
● Perbedaan-perbedaan dialektikal
● Problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu.
Garvin dan Mathiot mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu :
a. Kesetiaan bahasa (language loyality)
b. Kebanggaan bahasa (language pride)
c. Kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm)
Istilah tingkah laku seringkali disalahtafsirkan sebagai mengacu kepada gerakan-gerakan fisik yang nyata dan teramati saja. Mengerti tulisan atau ujaran misalnya mungkin tanpa atau sedikit ditandai gerakan fisik yang teramati. Para peserta sidang selama dalam ruang sidang misalnya tidak ada yang merokok, karena dalam ruangan itu ada tulisan, dialarang merokok. Tidak merokok itu petunjuk bahwa mereka mengerti tulisan itu. Kegiatan yang tak teramati pun mesti disebut tingkah laku walaupun hanya bisa disimpulan atau dimengerti dari kegiatan lain yang teramati.


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, “Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik”, 1993, Bandung : Angkasa.
Rahmat, Jalaluddin, “Psikologi Komunikasi”, 2005, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Sumarno dan Partana, Paina, “Sosiolinguistik”, 2002, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yusuf, Syamsu, “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, 2004, Bandung : Rosda Karya.

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I
PENDAHULUAN


Perkembangan adalah serangkaian perubahan yang terjadi sebagai akibat atau proses kematangan dan pengalaman. Dan segala sesuatu di dunia ini tidak lepas dari proses perkembangan termasuk ilmu-ilmu pengetahuan dan makalah ini kita akan membahas tentang “PERKEMBANGAN PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU” yang mana pada mulanya psikologi merupakan bagian dari kajian filsafat, semua teori dikemukakan berdasarkan logika belaka tanpa adanya pengalaman atau pun observasi.
Lantas sejak kapan dan bagaimana psikologi menyatakan diri sebagai ilmu yang berdiri sendiri? Untuk menguraikan itu kami mengajukan 3 pembahasan :
1. Sejarah Psikologi
2. Perkembangan Psikologi
3. Ruang Lingkup Psikologi
4. Hubungan Psikologi Dengan Ilmu
Demikian garis besar makalah yang sederhana ini, semoga bermanfaat.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Sejarah Psikologi
Sejak zaman Yunani jiwa manusia telah menjadi obyek pembahasan para filosof, namun psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri abru dimuali pada tahnu 1879 ketika wilhem Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota Leipziq Jerman.
Secara garis besar perkembangan psikologi dapat dibagi dua yaitu : masa sebelum menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan sesudahnya.
Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para filsafat dan ilmu fasal sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebut. Pada waktu itu teori dikemukakan berdasarkan argumentasi logika belaka dan belum ada pembuktian-pembuktian empiris karena filsafat adalah ilmu yang mencari hakikat sesuatu dengan pertanyaan dan jawaban tyang dilakukan secara terus menerus sehingga mendapatkan pengertian yang hakiki.
Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat sehingga obyeknya masih hakikat jiwa dan menggunakan argumentasi jiwa. Tokoh-tokohnya Ren des cartes (1596-1650) dengan teori kesadaran, John Locke (1623-1704) dengan teori tabula rasa. Masalah jiwa juga dibahas oleh tokoh-tokoh Islam seperti : Al-Ghazali, Al-Asy’ari, kemudian Arrozi dan ilmu ini merupakan bagian dari tasawauf dan usuludin.
Dan masa psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri merupakan masa dimana gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah, gejala kejiwaan dipelajari secara lebih sistematis dengan obyeknya.

B. Perkembangan Psikologi
Pada masa Yunani kuno, para ahli fikir mencoba menyikap tabir rahasia jiwa yang gaib dengan berdasarkan falsafah masing-masing dimana penyelidikan atau percobaan belum dilakukan dengan sempurna. Metode yang dipakai ialah metode deduktif dan psikologinya disebut psikologi filosofis sedangkan obyek mengenai asal usul jiwa, wujud jiwa akhir jadinya dan sebagainya ini adalah soal luar alam nyata dan tidak berwujud oleh karena itu psikologi ini disebut psikologi metafisika.
Disaming itu, timbul aliran skolastik yang di pelopori seorang ulama katolik yaitu Thomas Aquino, ia mengatakan bahwa tubuh dan jiwa merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan keyakinan dan faham agama merupakan dasar utama dari metode-metode dan dasar utamanya. Manusia mempunyai kesanggupan berfikir dan berkemauan juga berkesanggupan luhur yang memungkinkan adanya hubungan manusia dengan Tuhannya.
Selanjutnya para ahli pujangga mengutamakan akal seperti: Decrates (±1625) ia mengatakan bahwa ilmu yang benar hanya dapat dipeoleh dengan berpikir bukan pengalaman atau percobaan karena akal adalah sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionalisme.
Berbeda dengan aliran rasionalisme timbul pula aliran empirisme yang dipelopori oleh Balcon (±1600) dan John locke (±1675) menurut mereka psikologi tidak dapat diuraikan dengan falsafah dan teologi melainkan harus berdasarkan pengalaman-pengalaman, pengamatan-pengamatan kemudian hasilnya diambil kesimpulan. Metode ini dikenal dengan metode induktif.
Kemudian pada tahun 1832-1920 datanglah wundt sebagai pelopor psikologi modern. Seperti psikologi gesalt, psikologi struktur dan sebagainya. Paham dan eksperimennya sangat bermanfaat bagi berkembangnya ilmu seterusnya dalam metode eksperimen Wilhem Wundt menetapkan syarat-syarat yang ahrus dipenuhi dalam metode ini.
1. Harus menentukan waktu dengan tepat, ketika terjadi gejala yang ingin kita selidiki.
2. Harus mengikuti, mengamati dan memperhatikan sejak awal sampai habis kejadian-kejadian yang ingin kita selidiki.
3. Tiap observasi harus dapat kita ulang dalam kondisi sama.



Eksperimen Psikologi Appersepsi



Emperisme Psikologi Asosiasi



Rasionalisme Psikologi Pernyataan
Psikis


Filosofi Agama .………………………………….. Skolastik
Matafisika .………………………………………… Psikologi Metafasika
Filosofi ……………………………………………. Psikologi Filosofis
Jadi psikologi adalah ilmu yang masih muda ia terpisah menjadi ilmu yang berdiri sendiri sejak 1879 pada waktu didirikannya laboratorium psikologi pertama oleh Wilhem Wundt (1832-1920) di leipzig Jerman.

C. Ruang Lingkup Psikologi
Obyek psikologi dapat dibedakan dalam 2 golongan besar yaitu:
1. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia.
2. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan. Psikologi ini ditegaskan sebagai psikologi hewan.
Dan dalam mempelajari manusia samapi saat ini masih dibedakan adanya psikologi umum dan khusus. Psikologi umum ialah yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis manusia dan psikologi khusus hal-hal yang menyimpang dari yang umum.
Psikologi khusus terdiri atas bermacam-macam antara lain:
1. Psikologi perkembangan
2. Psikologi sosial
3. Psikologi pendidikan
4. Psikologi kepribadian
5. psikopatologi (Abnormal)
6. Psikologi kriminal
7. Psikologi perusahan
Dan lain-lain yang tentu psikologi terus berkembang sesuai kebutuhan.

D. Hubungan Psikologi Dengan Ilmu Lain
Dalam perkembangannya sebagai ilmu ada 2 ilmu yang sangat penting dan hubungan dengan psikologi seperti:
1. Antropologi: Ilmu yang mempelajari manusia secara keseluruhan, antropologi mencoba menerangkan hakikat perilaku manusia dengan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan berbagai suku bangsa di dunia, sebab manusia tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan budayanya.
2. Sosiologi : Ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari lingkungan yang terbatas seperti keluarga desa, masyarakat disuatu wilayah. Sebab manusia selalu terkait dengan lingkungan masyarakat tertentu.
Kedua ilmu diatas sangat berpengaruh pada psikologi karena sama-sama mempunyai obyek manusia.


BAB III
PENUTUP


Pada mulanya psikologi adalah ilmu yang mempalajari jiwa manusia dan itu tidak lepas dari filsafat sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Terbukti dalam setiap cabang-cabang psikologi ditemukan pemikiran-pemikiran para filsuf seperti Plato, Socrates, Descartes dan lain-lain.
Dan dalam perkembangannya psikologi melewati beberapa tahap yang tentu dalam setiap tahap terdapat beberapa tokoh serta pendapat-pendapatnya mengenai psikologi yaitu tahun 1625 Descartes mengatakan psikologi harus dikaji berdasarkan pemikiran logika, tahun 1600-1675 dengan tokoh Bacon dan John Locke mereka mengatakan psikologi dikaji harus berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kemudian tahun 1832-1920 datang Wilhem Wundt dengan metode eksperimen.
Adapun psikologi benar-benar dianggap sebagai ilmu yang berdiri sendiri sejak wilhem wundt mendirikan laboratorium psikolgi di universitas Leipiziq jerman dan dalam perekembangan psikologi tak lepas adri ilmu-ilmu ayng lain seperti sosiologi dan antropologi karena kedua ilmu tersebut sangat erat hubungannya dengan psikologi disebabkan sama-sama mempunyai obyek manusia.

Rabu, 23 Desember 2009

Ilmu Badi’

BAB I
PENDAHULUAN





Ilmu Balaghah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyusun kalimat dengan baik dan bagaimana mengucapkannya secara benar. Dan dalam makalah yang kami buat ini akan emmbahas tentang Ilmu Badi’ yaitu ilmu untuk mengetahui macam-macam cara dalam memperindah pembicaraan yang mutabiq dengan muqtadhol hal.
Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat buat mahasiswa atau mahasiswi yang ingin mengetahui ilmu balaghah secara mendalam dan bisa diamalkan sebagaimana mestinya.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Ilmu Badi’

هو علم يعرف به وجوه تحسين الكلام المطابق لمقتض الحال

Ilmu badi’ adalah ilmu untuk mengetahui macam-macam cara dalam memperindah pembicaraan yang mutabiq dengan muqtadhol hal.
Jalan untuk memperindah kalam ini ada yang dititikberatkan pada memperindah makna dan ada pula yang dititikberatkan pada memperindah lafadz.
Dihitung dari macam-macamnya, badi’ dibagi :
1. Badi’ Muthobaqoh, yaitu mengumpulkan dua lafadz yang berhadapan.
2. Tasabuhu-athrof (serupa ujungnya), yakni antara permulaan kalam dan akhirnya.
3. Muwafaqoh, yaitu mengumpulkan suatu perkara dengan perkara yang berbandinfan akan tetapi tidak bertentangan.

B. Al-Muhassinat Al-Lafdziyyah
Al-Muhassinat al-lafdziyyah adalah gaya bahasa yang menjadikan kata-kata lebih indah dan enak untuk didengar dari segi lafadz atau artikulasi bunyinya. Misalkan gaya bahasa saja’, iqtibas dan jinas.
1. Saja’ yaitu gaya bahasa yang menunjukkan adanya kesamaan bunyi huruf akhir
Dalam setiap fashilah (kata terakhir dalam setiap ungkapan). Contoh :

اللهم اعط منفقا خلفا واعط ممسكا تلفا

“Ya Allah berikanlah ganti bagi orang yang suka berinfak dan berikanlah kerugian bagi orang yang kikir”.
2. Iqtibas yaitu gaya bahasa yang mengutip redaksi Al-Qur’an atau Hadits menjadi bagian ungkapan kita dengan tanpa menegaskan bahwa kutipan itu berasal dari keduanya. Contoh :
قد كان ما خفت ان يكونا * انا الى الله راجعونا
“Telah terbukti apa-apa yang aku takuti akan terjadinya , biarlah karena kita semua akan bpulang kehadirat Allah”.
Contoh yang lain :

الحمدلله الاحد,الفردالصمد, الدي لم يلد ولم يلد, ولم يكن له كفوا احد
“Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, Tunggal dan menjadi tempat untuk bernaung. Yang tidak melahirkan dan tidak juga dilahirkan, serta tidak ada seorangpun yang sebanding dengan_Nya”.
3. Jinas, yaitu gaya bahasa yang memadukan keserupaan bunyi dari dua kata yang maknanya berbeda atau kemiripan pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya. Jinas ada dua macam :
a. Jinas Tam, yaitu kemiripan dua kata dalam empat hal, macam, hurufnya, syakalnya, jumlahnya dan urutannya. Contoh :
ويوم تقوم السا عة يقسم المجرمون ما لبسواغير سا عة
“Dan ada hari terjadinya kiamat, bersumpalah orang-orang yang berdosa : mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat ( Q.S. Ar-Rum, 30)
b. Jinas Ghair Tam, yaitu perbedaan dua kata dalam salah satu dari empat tersebut. Contoh :
•     •    
“Adapun terhadap anak yatim, kamu jangan berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang-orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya”. (Q.S. Adh-Dhuha : 9-10)





BAB III
KESIMPULAN



Ilmu badi’ adalah ilmu untuk mengetahui macam-macam cara dalam memperindah pembicaraan yang mutabiq dengan muqtadhol hal.
Al-Muhassinat al-lafdziyyah adalah gaya bahasa yang menjadikan kata-kata ebih indah dan enak untuk didengar dari segi lafadz atau artikulasi bunyinya. Misalkan gaya bahasa saja’, iqtibas dan jinas.
1. Saja’ yaitu gaya bahasa yang menunjukkan adanya kesamaan bunyi huruf akhir
2. Iqtibas yaitu gaya bahasa yang mengutip redaksi Al-Qur’an atau Hadits menjadi bagian ungkapan kit dengan tanpa menegaskan bahwa kutipan itu berasal dari keduanya.
3. Jinas, yaitu gaya bahasa yang memadukan keserupaan bunyi dari dua kata yang maknanya berbeda atau kemiripan pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya.

Hadits Tarbawi

BAB I
PENDAHULUAN


Semangat persaudaraan di antara sesama Muslim hendaknya didasari karena Allah semata, karena ia akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu hubungan. Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (RiwayatMuslim)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dariamalnya.” (Riwayat Muslim)
Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, “Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka.” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Riwayat Nasa’i dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu)


BAB II
PEMBAHASAN


عن النعما ن بن بشير رضى الله عنهما قا ل : قا ل رسو ل الله صلى الله عليه وسلم :
تر ى المؤ منين فى تراحمهم وتوا دهم وتعا طفهم كمثل الجسد اذا اشتكى عضو تداعى
سا ئر جسده بالسهر و الحمى . (اخرجه البخارى : كتاب الأدب : - باب رحمة الناس والبهائم)

Artinya : “An-Nu’man bin Basyir berkata, Nabi SAW. Bersabda, ‘Anda akan melihat kaum mukminin dalam kasih saying dan cinta-mencintai, pergaulan metreka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit, maka menjalarlah kepada lain-lain anggota lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur.” Dikeluarkan oleh Bukhori : (78) kitab “Tatakrama”,”(27) bab: “Kasih sayang kepada Manusia dan Binatang”)
Hadits di atas menggambarkan hakikat antara hubungan sesama kaum muslimin yang begitu eratnya menurut Islam. Hubungan antara mereka dalam hal kasih saying, cinta, dan pergaulan diibaratkan hubungan antara anggota badan, yang satu sama lain saling membutuhkan, merasakan, dan tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu anggota badan tersebut sakit, anggota badan lainnya ikut merasakan sakit.
Dalam hadits lain dinyatakan bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling melengkapi. Bangunan tidak akan berdiri kalau salah satu komponennya tidak ada ataupun rusak. Hal itu menggambarkan betapa kokohnya hubungan antara sesame umat Islam.
Itulah salah satu kelebihan yang seharusnya dimiliki oleh kaum mukmin dalam berhubungan anatara sesame kaum mukminin. Sifat egois atau mementingkan diri sendiri sangat ditentang dalam Islam. Sebaliknya umat Islam memerintahkan umatnya untuk bersatu dan saling membantu karena persaudaraan seiman lebih erat daripada persaudaraan sedarah. Itulah yang menjadi pangkal kekuatan kaum muslimin, setiap muslim merasakan penderitaan saudaranya dan mengulirkan tangannya untuk membantu sebelum diminta yang bukan didasrakan atas “take and give” tetapi berdasarkan Illahi.
Salah satu lanadsan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin, merka dapat bersatu.
Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an, ada empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah SAW juga menekankan hal ini melalui sebuah hadits :

كونوا عباد الله اخوانا ( رواه البخارى عن أبى هريره)
3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda :
أنتم أصحابى اخواننا الذين يأتون بعدى
Artinya :
“Kalian adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah (wafat)ku.”
Persaudaraan dalam Islam mengandung arti cukup luas tetapi persaudaraan antar sesama muslim adalah pertama dan sangat utama. Sebagiamana disebutkan dalam ayat :
انما المؤمنون اخوة (الحجرات : )
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Q.S. Al-Hujurat : 10)
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat Islam.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu factor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, yakni menghubungkan silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa Allah akan memberikan kemudahan dalam setiap urusannya. Allah SWT berfirman :

......ومن يتق الله يجعل له مخرجا . ويرزقه من حيث لا يحتسب ...... (الطلاق : )
Artinya :
Barang siapa yang bertakwa pada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.
(Q.S. Ath-Thalaq: 2-3)
Bagi mereka yang suka silaturahmi akan dipanjangkan usianya adalah sangat logis meskipun memerlukan pemahaman dan persepsi yang berbeda. Memang benar umur manusia itu sudah dibatasi dan tidak ada seorang pun yang mampu mengubah kehendak Allah. Akan tetapi dengan banyaknya silaturahmi, akan banyak berbuat kebaikan dengan sesama manusia yang berarti pula akan semakin banyak mendapatkan pahala.
Banyak silaturahmi pun akan menumbuhkan rasa kasih sayang anatra sesama dan menimbulkan ghairah hidup tersendiri karena ia banyak saudara yang akan bahu membahu dalam memecahkan berbagai problematika hidup yang selalu mengikuti manusia.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa hubungan sesame manusia tidaklah selamanya baik, ada problem dan pertentangan. Hidup adalah perjuangan, tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan anatar sesama manusia. Tidak heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak mungkin dapat dihindarkan.
Namun demikian, gesekan atau permusuhan tersebut jangan sampai diperpanjang hingga melebihi tiga hari yanag ditandai dengan tidak saling menegur sapa dan saling manjauhi. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Memang benar setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal ini sering mengalahkan akal sehat akan tetapi untuk apa mempertahankan gengsi bila hanya menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama.
Di antara cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabata. Ini bukan bahwa orang yang memulai salam berarti telah kalah tetapi ia telah melakukan perbuatan sangat mulia dan terpuji di sisi Allah SWT.


BAB III
KESIMPULAN


Salah satu lanadsan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin, merka dapat bersatu.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.

iklan