Senin, 28 Desember 2009

Karakteristik Perilaku Bahasa

BAB I
PENDAHULUAN


Pada dasarnya Bahasa merupakan proses mempengaruhi orang lain disiplin-disiplin yang lain, menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi dan komunikasi. Erat sekali kaitannya antara komunikasi dengan Bahasa karena Bahasa juga merupakan alat komunikasi.
Di Yunani sejak abad VI S.M terkenal sebuah tempat pemujaan Apollo di Delphi, ketempat itulah rakyat-rakyat dan raja banyak minta nasihat. Seorang pendeta wanita duduk diatas kursi yang dipenuhi asap dari pemujaan. Dalam keadaan fana’ (france) itu menjawab pertanyaan pengunjung, dari masalah kontes lagu sampai urusan agama dan politik. Ketika penjahat-penjahat dikoloni kecil meminta nasihat, bagaimana mengatasi kekacauan, Orakel Delphi menjawab :”buat hukum bagimu”, setelah ada ucapan dari Orakel seperti itu maka dari Delphi menyebarlah motto yang terkenal : Gnoth!seauthon (kenalilah dirimu).
Inilah yang mendorong kami utuk lebih jauh memahami karakteristik komunikasi dari motto tersebut, dan motto itulah yang menngusik para filusuf untuk mencoba memahami dirinya dari motto ini juga dapat kita ketahui tentang karakteristik Bahasa.
Dalam makalah ini juga kami membahas tentang perkembangan individu (manusia), manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo vogns) dan teori-teori lainnya. Tujuan mempelejari makalah untuk mengetahui karakteristik perilaku Bahasa, perkembangan individu, tugas perkembangan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Perilaku Bahasa
Menurut Anderson (1974:47) membagi sikap menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sikap Bahasa
2. Sikap non Bahasa seperti politik, sikap sosial, sikap estetis.
Sikap Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar Bahasa (Macmara dalam study dan Fasold, 1973:36).
Dittmar mengemukakan, pengertian sikap Bahasa ditandai oleh sejumlah ciri antara lain meliputi :
● Pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual
● Distribusi perbendaharaan bahasa
● Perbedaan-perbedaan dialektikal
● Problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu.
Garvin dan Mathiot mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu :
a. Kesetiaan bahasa (language loyality)
b. Kebanggaan bahasa (language pride)
c. Kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm)
Kesetiaan bahasa adalah keinginan masyarakat mendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa itu bahkan kalau perlu mencegahnya dari pengaruh bahasa lain.
Kebanggaan bahasa mendorong seseorang atau masyarakat pendukung bahasa itu untuk menjadikannya sebagai penanda jati diri lain.
Sikap bahasa itu dapat termasuk faktor eksternal dan internal. Faktor-faktor eksternal adalah :
a. Kontak dengan bahasa Nasional
b. Pendidikan
c. Pekerjaan atau status ekonomi
d. Emigrasi
Faktor internal adalah :
a. Identitas etnik
b. Pemakaian bahasa Jawa
c. Ikatan dengan budaya tradisi
d. Daya budaya tradisional
Sikap bahasa positif pada seseorang yang mempunyai rasa setia untuk memelihara, untuk mempertahankan bahasanya sebagai sarana pengungkap paling tepat perasaan, isi hati, tuntutan batin dan sebagainya. Sikap positif juga terdapat pada seseorang yang mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diir.
Sikap bahasa negatif akan menyebabkan orang acuh tak acuh terhadap pembinaan dan pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai bahasa itu sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau mulitilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi yang lebih menjamin memperoleh kesempatan disektor modern dan semacamnya.
Masalah pemertahanan bahasa adalah masalah khas dalam masyarakat multilingual. Berpindah bahasa merupakan suatu indikator kematian bahasa karena orang itu mulai meinggalkan bahasanya. Proses itu sudah barang tentu tidak secara total dan secara drastis. Gejala yang secara umum dijumpai adalah lapisan atau kelompok tua lebih bertahan pada bahasanya, sedang kelompok muda lebih mudah terangsang untuk memakai suatu yang baru yang mencerminkan kedinamisan.

B. Perkembangan Individu
Pendekatan kita terhadap bahasa bila saja menganggapnya sebagai fenomena perorangan. Bila seseorang mengatakan, “Bahasanya kasar sekali”, atau “tutur katanya menyenangkan” maka dia secara disadari atau tidak memberikan pemberian atau menerangkan tingkah laku orang lain. Manusia dalam kehidupan sehari-hari berbicara, menulis, membaca dan mendengarkan. Keempat keterampilan ini bukan dihadiahkan begitu saja sewaktu dilahirkan, tapi mesti dipelajari. Tiap orang pun berbeda kemampuannya dalam keterampilan-keterampilan itu. Ada yang menjadi penyair, ahli pidato dan sebagainya. Orang yang tuki sejak lahir memperlihatkan penampilan berbahasa yang tidak normal. Dan seringkali kecelakaan atau penyakit mengganggu kebahasaan seseorang. Melihat ini semua, bahasa dapat kita lihat sebagai bagian dari psikologi manusia, tingkah laku tersendiri, tingkah laku yang fungsi utamanya adalah komunikasi dan interaksi.
Istilah tingkah laku seringkali disalahtafsirkan sebagai mengacu kepada gerakan-gerakan fisik yang nyata dan teramati saja. Mengerti tulisan atau ujaran misalnya mungkin tanpa atau sedikit ditandai gerakan fisik yang teramati. Para peserta sidang selama dalam ruang sidang misalnya tidak ada yang merokok, karena dalam ruangan itu ada tulisan, dialarang merokok. Tidak merokok itu petunjuk bahwa mereka mengerti tulisan itu. Kegiatan yang tak teramati pun mesti disebut tingkah laku walaupun hanya bisa disimpulan atau dimengerti dari kegiatan lain yang teramati.
Melihat bahasa dengan sudut bahasan diatas kita melihatnya sebagai fenomena perorangan, sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana penguasaan suatu keterampilan yang bersamaan dengan mekanisme psikologi dalam memahami dan menyusun ujaran. Disini terasa pembahasan bahasa jauh dari fungsi utamanya (sebagai alat komunikasi dan interaksi) karena komuniksi memang bukan kasus perorangan, tapi lebih merupakan kasus sosial.
Bloomfield menurunkan istilah biophysical aspect of language dan biosocial aspect of language. Kedua aspek ini pun erat kaitannya dengan pendekatan kita terhadap bahasa, yaitu apakah kita mendekatinya sebagai individu atau sebagai fenomena sosial. Dengan biophysical aspect. Bloomfield melihat bahwa bahasa atau ujaran itu adalah gerakan menghasilkan bunyi ujaran dan gelombang suara yang dihasilkan serta getaran pada gendang pendengaran pada pihak pendengar dalam proses komunikasi. Seterusnya dengan biosocial aspect of language, Bloomfield melihat kenyataan bahwa orang-orang atau penutur dalam suatu masyarakat telah terlatih untuk menghasilkan bunyi-bunyi tadi dalam situasi-situasi tertentu dan memberikan respon kepada bunyi-bunyi itu dengan tindakan yang sesuai dengan suasananya. Fungsi biososial ini hadir dalam masyarakat ujaran sebagai akibat dari adanya latihan yang seragam, tradisional dan arbitrer dal kelompok atau masyarakat ujaran (simak Bloomfield 1939:9).

C. Tugas Perkembangan Bahasa
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut.
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain bagi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya tetapi dengan memahami kegiatan atau gerakan atau gesture-nya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan perbendaharaan kata. Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya perkembangan sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola itu untuk saya”. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkan pun semakin panjang dan kompleks. Menurut Davis Garrison dan Mc carthy (E.Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita dan anak yang berasal dari keluarga berada. Bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga miskin.
4. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya) pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya.

BAB III
KESIMPULAN

Sikap Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Dittmar mengemukakan, pengertian sikap Bahasa ditandai oleh sejumlah ciri antara lain meliputi :
● Pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual
● Distribusi perbendaharaan bahasa
● Perbedaan-perbedaan dialektikal
● Problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu.
Garvin dan Mathiot mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu :
a. Kesetiaan bahasa (language loyality)
b. Kebanggaan bahasa (language pride)
c. Kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm)
Istilah tingkah laku seringkali disalahtafsirkan sebagai mengacu kepada gerakan-gerakan fisik yang nyata dan teramati saja. Mengerti tulisan atau ujaran misalnya mungkin tanpa atau sedikit ditandai gerakan fisik yang teramati. Para peserta sidang selama dalam ruang sidang misalnya tidak ada yang merokok, karena dalam ruangan itu ada tulisan, dialarang merokok. Tidak merokok itu petunjuk bahwa mereka mengerti tulisan itu. Kegiatan yang tak teramati pun mesti disebut tingkah laku walaupun hanya bisa disimpulan atau dimengerti dari kegiatan lain yang teramati.


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, “Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik”, 1993, Bandung : Angkasa.
Rahmat, Jalaluddin, “Psikologi Komunikasi”, 2005, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Sumarno dan Partana, Paina, “Sosiolinguistik”, 2002, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yusuf, Syamsu, “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, 2004, Bandung : Rosda Karya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan