Senin, 28 Desember 2009

PEMEROLEHAN BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan proses mempengaruhi orang lain disiplin-disiplin yang lain, menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi dan komunikasi. Erat sekali kaitannya antara komunikasi dengan Bahasa karena Bahasa juga merupakan alat komunikasi.
Bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang sebagian mengenai bahasa tertentu, mengenai obyek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu dengan cara yang disenanginya. Sikap positif terhadap bahasa akan mempertinggi keberhasilan belajar bahasa. Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar Bahasa (Macmara dalam study dan Fasold, 1973:36).
Dan dalam penulisan makalah mandiri ini kan menjelaskan tentang pemerolehan bahasa dan semoga makalah mandiri ini bermanfaat untuk semua khususnya bagi mahasiswa atau mahasiswi yang ingin memperdalam tentang makalah mandiri ini.


BAB II
PEMEROLEHAN BAHASA

Pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajra dikelas dan diajar oelh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah pembelajaran.
Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada, raja Mesir pada abad ke 7 sebelum Masehi Psammetichus I menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua dari anaknya untuk mengetahui bahasa apa yang akan dikuasai anak-anak itu. Sebagai raja Mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-naka itu adalah bahasa Arab, meskipun akhirnya dia kecewa.
Charles Darwin pada 1877 juga mencatat perkembangan bahasa anak lelakinya (Gleason dan Ratner 1998 : 349). Catatan harian yang pada jaman modern berkembang menjadi data-data elektronik sesuai dengan perkembangan jaman mendorong lebih kuat kajian mengenai bagaimana anak memperoleh bahasa. Ingram (1989) membagi perkembangan bahsa menjadi 3 tahap : periode buku harian, periode sampel besar, dan periode kajian longitudinal.
Periode harian adalah dari tahun 1876 sampai tahun 1926 pada masa ini kajian pemerolehan bahasa anak dilakukan dengan peneliti mencatta apa pun yang diujarkan oleh anak dalam suatu buku harian. Data dalam buku harian ini kemudian dianalisis utuk disimpulkan hasil-hasilnya
Peidoe sampel besar adalah dari tahun 1926 sampai tahun 1957. periode ini berkaitan dengan munculnya aliran baru dalam ilmu jiwa bernama behaviorisme yang menekankan peran lingkungan dalam pemerolehan pengetahuan, tremasuk pengetahuan bahsa. Dengan pandangan yang behavioristik ini maka metode kunatitatif dianggap sebagai metode yang benar.
Petiode kajian longitudinal, menurut Ingram dimulai dengan buku Chomsky syntactic structures (1957) yang merupakan titik awal dari tumbuhnya aliran mentalisme atau nativisme pada ilmyu linguistik. Aliran yang berlawanan dengan behaviorisme ini mendasarkan adanya bekal kodrati inilah yang membuat anka dimana pun juga memakai strategi yang sama dalam memperoleh bahasanya.
Ciri utama periode ini adalah bahwa studi longitudinal memerlukan jangka waktu yang panjang karena yang diteliti adalah perkembangan sesuatu yang sedang dkaji dari satu waktu sampai ke waktu lain. Waktu yang hanya satu-empat bulan biasanya belum akan dapat memberikan gambaran bagaimana sesuatu itu berkembang dalam bahasa. Jumlah subjek biasanya juga lebih sedikit dan bahkan satu orang pun seperti yang dilakukan oleh Weir (1962), Dromi (1987), Tomasello (1992), dan Dardjowwidjojo (2000).
Dari segi litertur yang ada, pembagian menjadi tiga tahap oleh Ingram ini rasanya tidka terlalu pas karena banyak kajian yang tidak cocok dengan ciri periode-periode diatas. Karya Leopold yang monumental ditulis 1989 padahal datanya adalah dari buku harian yang menurut Ingram berakhir pada tahun 1926. Dalam kenyataannya banyak penelitian longitudinal yang subjeknya adalah keluarga si peneliti yang menurut Ingram harusnya bukan sanak-kandung. Penelitian oleh Weir, Dromi, dan Tomasello diatas adalah penelitian tentang anak mereka masing-masing.
Di samping itu buku catatan harian, metode penelitian yang dipakai dapat berupa observasi, dengan kemajuan teknologi data yang diperoleh dengan merekam ujaran maupun tingkah laku akan saat berujar, baik secara visual maupun auditori. Data rekaman untuk berbagai bahasa di dunia telah dikumpulkan pada tahun 1985 dalam kolekasi yang dikenal dengan nama CHILDES – Chil Language Exchange Data System. Metode eksperimen dipakai peneliti ingin jawaban suatu masalah, dalam hal ini peneliti memiliki topik yang akan diteliti (misalnya apakah ujaran ibu pada anak berbeda dengan ujaran ayah pada anak), lalu dibuatnya eksperimen untuk mendapatkan jawabannya. Anak dapat memperoleh bahasa apa pun yang disajikan kepadanya, pastilah ada sesuatu yang sifatnya universal pada bahasa. Banyak bahasa dan dari nahasa-bahasa itu dia sarikan fitur-fitur mana yang terdapat pada semua bahasa, dan mana yang hanya pada beberapa bahasa. Dengan demikian konsep universal bahasa bukanlah sesuatu yang mutlak tetapi relatif.
Pada kelompok universal tendensius non-implikasional terdapat kecenderungan besar untuk bahasa memiliki sesuatu tertentu. Misalnya hampir semua bahasa memiliki konsonan nasal. Pada kelompok unversal tendensius implikasional dikatakan bahwa bila suatu bahasa memiliki X maka kemungkinan besar adalah bahwa bahasa itu juga memiliki Y. misalnya bahasa yang memiliki urutan SOV (subjek-objek-verba).
Dari berbagai macam universal serta proses pemerolehan bahasa tampak bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan konsep universal. Sejauh mana konsep universal itu mempengaruhi pemerolehan keliahatannya tergantung pada sifat kodrati komponen bahasa. Komponen fonologi yang lebih banyak terkait dengan neurobiologi manusia, tampaknya yang paling utama universal. Sementara itu komponen sintaksis dan semantik memiliki kadar universal yang lebih rendah.
Dalam masalah kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan fonologi, ahli yang pandangannya sampai kini belum disanggah orang adalah Roman Jakobson. Dialah yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahsa manusia dan urutan pemerolehan bunyi-bunyi tersebut. menurut dia pemerolehan bunyi sejalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunui pertama yang keluar waktu anak mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal voal hanya bunyi /a/, /i/, dan /u/ yang akan keluar duluan. Dari tiga bunyi ini, /a/ akan lebih keluar lebih dahulu daripada /i/ atau /u/, mengapa demikian ? sebabnya adalah bahwa ketiga bunyi ini membentuk apa yang dia namakan sistem vokal minimal (minimal vocalic system) : bahasa mana pun di dunia pasti memiliki minimal tiga vokal itu.
Mengenai konsonan Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral dengan bunyi nasal (/p-b/ dan /m-n/) dan kemudian disusul oelh kontras antara bilabial dengan dental (/p/-/t/). Sistem kontars ini dinamkan sistem konsonantal minal (minimal consonantal system).
Macam dan jumlah bunyi pada bahasa bisa saja berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa lain. Akan tetapi hubungan antara satu bunyi dengan bunyi yang lain bersifat universal. Urutan bunyi bersifat genetik dan karena perkembangan boiologimanusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender. Tidak ada anak Indonesia yang sudah dapat mengucapkan /r/ tetapi belum dapat mengucapkan /p/, /g/, dan /j/. kapan bunyi itu anak muncul berbeda dari satu anka ke anak yang lain.

BAB III
KESIMPULAN

Charles Darwin pada 1877 juga mencatat perkembangan bahasa anak lelakinya (Gleason dan Ratner 1998 : 349). Catatan harian yang pada jaman modern berkembang menjadi data-data elektronik sesuai dengan perkembangan jaman mendorong lebih kuat kajian mengenai bagaimana anak memperoleh bahasa. Ingram (1989) membagi perkembangan bahsa menjadi 3 tahap : periode buku harian, periode sampel besar, dan periode kajian longitudinal.
Ciri utama periode ini adalah bahwa studi longitudinal memerlukan jangka waktu yang panjang karena yang diteliti adalah perkembangan sesuatu yang sedang dkaji dari satu waktu sampai ke waktu lain. Waktu yang hanya satu-empat bulan biasanya belum akan dapat memberikan gambaran bagaimana sesuatu itu berkembang dalam bahasa. Jumlah subjek biasanya juga lebih sedikit dan bahkan satu orang pun seperti yang dilakukan oleh Weir (1962), Dromi (1987), Tomasello (1992), dan Dardjowwidjojo (2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan